Tetapkan Tersangka, KPK Sebut Sofyan Basir Punya Peran Penting

  • Bagikan
Awal 2017, Eni memperkenalkan Kotjo kepada Sofyan. Diduga, perkenalan itu dilakukan di kantor pusat PT PLN di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut, Sofyan diduga mengarahkan Eni dan Kotjo menyerahkan dokumen penawaran pembangunan proyek PLTU Riau 1 kepada Supangkat. Rangkaian pertemuan itu membuahkan hasil. Pada 29 Maret 2017, IPP PLTU Riau 1 dengan kapasitas 2 x 300 megawatt yang senilai USD 900 juta masuk Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN 2017 hingga 2026 serta disetujui untuk masuk rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB). Setelah PLTU Riau 1 masuk rencana kerja, pertemuan antara Sofyan, Kotjo, dan Supangkat diduga makin intens. Pertemuan itu membahas aturan main untuk mendapatkan proyek PLTU Riau 1 berdasar Peraturan Presiden (Perpres) 4/2016 tentang Percepatan Infrastruktur Ketenagalistrikan. Mulai persoalan teknis pekerjaan hingga pendanaan. Akhirnya, PLN dan Kotjo sepakat dengan kerja sama pembangunan PLTU Riau 1 melalui skema penunjukan langsung (PL). Syaratnya, PT PJB selaku anak perusahaan PLN mendapatkan saham konsorsium minimal 51 persen. Kotjo pun sepakat. Pada 18 Agustus 2017, perusahaan Kotjo menjadi bagian konsorsium PT PJB sebagai mitra pemasok batu bara PLTU Riau 1 melalui nota kesepahaman kerja sama antara PT Samantaka dan PT PLN Batubara. Selain membantu deal proyek, Sofyan diduga mengarahkan anak buahnya untuk terus memonitor rangkaian teknis kerja sama itu. Termasuk, memantau keluhan Kotjo terkait dengan persyaratan kesepatan power purchase agreement (PPA). Saat itu Kotjo menyatakan, perusahaan China Huadian Engineering Company (CHEC) selaku pemodal berkeberatan dengan syarat PPA. “Diduga, SFB (Sofyan Basir, Red) menyuruh salah satu direktur PT PLN agar PPA antara PLN dengan BNR (Blackgold) dan CHEC segera direalisasi,” ungkap Saut.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan