Pilpres Endgame

  • Bagikan
Kita pun bersepakat untuk bersatu dalam sejuta perbedaan yang kita miliki, dari Sabang sampai Merauke, Indonesia. Kini, penjajah model imperialism agresi militer sudah tak lagi menyentuh negeri kita. Lalu kita pun mulai kehilangan rasa yang awalnya lahir dari ketertindasan penjajahan yang sama. Kini kita tak lagi terjajah secara bersama. Akibatnya kita pun mulai melupakan kebhinekaan kita. Kisah kita tak sama dengan kisah bambu runcing moyang kita dahulu. Kisah kita hari ini tergantung dari content apa yang kita ikuti di media sosial kita masing-masing. Hal itu juga berlaku untuk urusan pilpres. Parahnya, kita seakan mau saja menjadi penjajah untuk tetangga kita yang berbeda pilihan capres. Saya menjadi maklum, bukankah sudah tak semua rumah akan serta merta mengibarkan bendera di setiap bulan kemerdekaan? Bukankah pula, sudah banyak sekolah yang tak wajib berupacara bendera, berpramuka, atau bahkan menghafalkan Pancasila. Jika demikian, mungkin memang sudah waktunya saya berbisik kepada anak-anakku “belajarlah dari Avengers Endgame, dan tidak usah belajar dari pilpres yang juga sudah endgame”. Lalu perlahan “kupaksa” anak-anakku untuk kembali bermain bersama kawan-kawannya, bukan bermain bersama gadget mereka masing-masing, agar ketika saatnya tiba, mereka akan menjadi pelaku pilpres yang tetap berbeda, namun jauh lebih menghargai perbedaannya dibandingkan dengan generasi orang tuanya yang hari ini sudah “endgame”. (*)
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan