Ketika Jabatan Dilelang

Praktik jual beli jabatan dibirokrasi sebenarnya sudah diantisipasi melalui regulasi yang ada yakni Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Aturan dalam regulasi telah mengamanatkan bahwa manajemen PNS harus berdasarkan sistem merit yang profesional, terbuka, dan kompetitif, sehingga diharapkan akan didapatkan aparatur yang berintegritas, profesional, dan melayani masyarakat.
Di samping itu, juga telah dibentuk Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang akan mengawasi pelaksanaan nilai dasar, kode etik dan kode perilaku ASN serta penerapan sistem merit dalam kebijakan dan manajemen ASN pada instansi pemerintah.
Namun, sulit untuk mengharapkan pengawasan itu akan efektif, sebab hasil pengawasan itu disampaikan oleh KASN kepada pejabat pembina kepegawaian. Sementara pejabat pembina kepegawaian di pemerintah daerah adalah kepala daerah. Namun dalam beberapa kasus yang terjadi justru kepala daerahlah yang melakukan jual beli jabatan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, pengisian jabatan pimpinan tinggi, utama, madya, dan pratama pada kementerian, kesekretariatan lembaga negara, Lembaga Non Struktural (LNS) dan instansi daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif. Jadi secara tersurat dalam aturan ini tidak mengenal istilah lelang jabatan. Akan tetapi, melalui seleksi terbuka dalam penerapan merit sistem.
Merit sistem merupakan kebijakan dan manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar tanpa membedakan ras, agama, asal usul, jenis kelamin, maupun kondisi kecacatan. Sistem merit menjadi landasan manajemen sumber daya manusia ASN dari proses perekrutan, penempatan, hingga pemberhentian agar tercipta birokrasi yang profesional dan bersih. (*)