Sjamsul dan Istri Tersangka BLBI, Pengacara Tuding KPK Langgar Perjanjian 1998

  • Bagikan
FAJAR.CO.ID, JAKARTA--Kuasa Hukum Sjamsul Nursalim, Maqdir Ismail, kembali menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencederai perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) antara pemerintah dan kliennya pada tahun 1998. Dia menilai, penetapan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim sebagai tersangka dalam kasus korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Insonesia (BLBI) bertentangan dengan prinsip hukum. “KPK tidak bisa mengabaikan perjanjian yang dibuat pemerintah, karena institusi tersebut adalah bagian dari pemerintah,” kata Maqdir saat dikonfirmasi, Rabu, (12/6).
Birokrat Senior ke Nurdin Abdullah: Kesulitan akan Membuatmu Berkesan dan Istimewa
Sjamsul selaku pemegang saham pengendali Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) yang mendapat dana BLBI, telah menandatangani MSAA pada 21 September 1998 dan kemudian memperoleh surat Release and Discharge (R&D) pada 25 Mei 1999. Sementara KPK berpendapat, setelah dilakukan Financial Due Diligence (FDD), ditemukan bahwa Sjamsul melakukan misrepresentasi. Itu ketika memasukkan piutang petani tambak Dipasena senilai Rp4,8 triliun sebagai piutang lancar, padahal ini tergolong macet. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) pun kemudian menyurati Sjamsul untuk menambah jaminan aset sebesar Rp4,8 triliun. Namun Sjamsul menolak dengan alasan kredit petambak termasuk kredit usaha kecil (KUK).
Perantau Jadi Penantang Petahana di Pilkada Torut
Soal masalah ini, KPK berpegang pada putusan hakim terhadap Kepala BPPN, Syafruddin Arsyad Temenggung yang sudah inkracht. Syafruddin pun sudah dinyatakan bersalah dan menerima hukuman 15 tahun penjara.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan