Destinasi Wisata: Butuh Sinergi dan Peran Penta Helix

  • Bagikan
Prospek sektor kepariwisataan Indonesia di masa depan makin nyata ditandai oleh keberpihakan kebijakan pemerintah pada sektor tersebut. Pariwisata sebagai core bisnis pembangunan ekonomi Indonesia, program desa wisata, Indonesia sebagai pusat halal tourism dunia, pengembangan wellness tourism, dan pengembangan 10 destinasi Bali baru adalah kebijakan pro sektor kepariwisataan. Makin gencarnya pembangunan infrastruktur jalan, pelabuhan, bandar udara, jalan tol darat dan tol laut serta jaringan rel kereta api untuk memudahkan konektivitas antar wilayah merupakan potensi yang dapat menarik kunjungan wisatawan. Pariwisata di Sulawesi Selatan selama ini terbenam dalam samudra gagasan,tetapi kini destinasi wisata andalan berkualitas Internasional menjadi salah satu program andalan pemerintah.Pembangunan destinasi wisata seharus menjamin kualitas dan kuantitas attraction, accessibility, amenities dan ancillary service atau konsep 4A (Cooper dkk, 1998). Pembangunan kepariwisataan harus berpedoman kepada rencana induk pembangunan kepariwisataan (RIPPAR). Dokumen perencanaan tersebut sangat penting tetapi sering dinihilkan eksistensinya. Siapa stakeholders yang bersinergi? Stakeholders pariwisata terus mengalami metamorfosis mulai dari konsep triple helix (Etzkowitz & Leydesdorff, 2000) menggunakan relasi antara universitas, industri dan pemerintah. Berkembang konsep quadruple helix (Lindberg et al., 2014), dengan menambahkan komponen warga masyarakat lokal. Kemudian konsep penta helix meliputi; komunitas lokal, pemerintah, swasta, perguruan tinggi dan media (Riyanto dkk, 2018). Penta helix ibarat sebuah bangunan kokoh yang terdiri atas lima pilar saling mengokohkan satu dengan yang lain, bukan sebaliknya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan