Diduga Mantan Guru yang Jadi Lurah, Dalang Sengketa Tanah PTSL

"Lurah Munadih jawabannya ketus dan terkesan arogan, dia bilang bikin laporannya jangan ke sini tapi ke internet. Sombong betul setelah jadi lurah, dulu ngemis-ngemis agar kita milih Airin. Untungnya sekarang dia dipindah tidak di sini lagi. Dia sudah jadi lurah di Perigi Baru," kata sumber tersebut.
Jefry warga Pondok Aren lainnya juga mengaku pernah dimintai dana oleh oknum di kelurahan ketika ingin mendaftarkan bidang tanah yang berstatus akte jual beli (AJB) milik kedua orang tuanya. Hal itu dilakukan di sekitar bulan September 2018 saat mendengar adanya program Pencatatan Tanah Sistematik Lengkap (PTSL) yang dicanangkan Presiden Joko Widodo. Menurut Jefry, uang yang diminta oknum tersebut setelah dihitung 6 % dari NJOP dikenakan 5-6 juta.
"Setelah dihitung-hitung dan dikali 6 % dari NJOP kami diwajibkan membayar senilai Rp 6 Juta. Saudara saya yang juga mengurus hal yang sama juga dikenakan biaya meski lebih murah sekitar Rp. 5.5 Juta," katanya Jefry yang merupakan karyawan swasta.
Jefry sempat menanyakan pendaftaran PTSL yang dicanangkan Presiden Joko Widodo tidak dipungut biaya alias gratis. Namun oknum kelurahan yang ditemuinya itu berdalih untuk administrasi dan tandatangan lurah.
"Selain untuk operasional dan administrasi, biasanya pak lurah minta bagiannya mas, katanya untuk uang tinta. Saya lupa nama lurahnya," kata Jefry.
Koordinator divisi advokasi dan investigasi lembaga kebijakan publik Tangerang Transparency Public Watch (TRUTH) J Nugroho menegaskan memang ada praktik pungli dalam program PTSL di Kota Tangsel.