Ribetnya Pelayanan Izin Penelitian

Namun, keresahan yang dimaksud dalam peraturan tersebut tidak dapat dijelaskan secara gamblang. Kalaupun seseorang melakukan keresahan di tengah masyarakat, hal itu tidak disebabkan karena mudahnya akses pelayanan. Justru pelayanan yang berbelit-belit dapat memantik kekecewaan dan amarah pengguna layanan karena merasa pelayanan perizinan yang amat panjang dan melelahkan. Olehnya itu, tidak seharusnya pemerintah menerapkan satu mekanisme pelayanan yang panjang. Apalagi sekadar penyelesaian studi akhir di perguruan tinggi.
Ini satu fenomena pelayanan konvensional di tengah gaung reformasi birokrasi dan adaptasi e-government. Tak elok rasanya berada di tengah peradaban teknologi namun beberapa pelayanan yang tidak begitu prinsip seperti izin penelitian memiliki mekanisme pelayanan yang ribet.
Akselesari pelayanan
Dari permasalahan yang tengah dijelaskan di atas, akselerasi pelayanan izin penelitian sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah. Baik dalam rangka menciptakan alur pelayanan publik yang singkat, juga untuk mendukung penelitian terapan yang inovatif. Pertama, Pemerintah diminta menghadirkan masyarakat dalam arena kebijakan penyelenggaraan pelayanan publik.
Dalam Undang-Undang 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Pasal 20 menyebutkan bahwa “dalam menyusun dan menetapkan standar pelayanan, penyelenggara wajib mengikutsertakan masyarakat dan pihak terkait”. Melalui keikutsertaan masyarakat pengguna layanan, mekanisme pelayanan akan ditetapkan sesuai kebutuhan dan kemampuan masyarakat dengan tetap memerhatikan kondisi organisasi penyedia layanan.