Ribetnya Pelayanan Izin Penelitian

Pada titik ini, pemerintah kurang memahami posisi masyarakat. Dalam ilmu administrasi publik disebut paradigma Old Public Administration (OPA). Kepentingan publik adalah sesuatu yang didefinisikan secara politis dan tercantum dalam aturan. Akibatnya, penyusunan peraturan pelayanan izin penelitian sarat dengan kebutuhan dan kepentingan penyelenggara.
Seperti surat pengantar dari Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Surat Pengantar dari Badan Kesbangpol, proposal, KTP, bahkan surat pernyataan untuk mentaati dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Semua ini hanya kebutuhan pemerintah. Bagaimana dengan kebutuhan data dan informasi yang cepat bagi pengguna layanan? Pernahkah ini terpikirkan di benak para birokrat?
Kedua, meninjau kembali Permendagri no 64 Tahun 2011 tentang pedoman penerbitan rekomendasi penelitian pasal 6 bahwa Surat permohonan penerbitan rekomendasi penelitian diajukan kepada Bupati/Wali kota melalui SKPD yang membidangi urusan kesatuan bangsa dan politik kabupaten/kota, untuk penelitian lingkup kabupaten/kota. Serta surat edaran perihal pengalihan penerbitan izin/rekomendasi penelitian ke pelayanan perizinan terpadu.
Menurut penulis, ketentuan ini terlalu berlebihan untuk jenis pelayanan izin penelitian. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kegiatan penelitian bukan merupakan kegiatan yang dapat menimbulkan gangguan keamanan yang seharusnya diawasi dan diverifikasi secara berlebihan. Berbeda halnya dengan izin/rekomendasi kegiatan yang melibatkan banyak orang dan banyak kendaraan. Potensi terjadinya gesekan, kemacetan, bahkan kebakaran lebih berpotensi sehingga perlu kajian yang lebih serius. Sedangkan izin penelitian hanya izin mengumpulkan data dan informasi. Apa yang perlu dikhawatirkan?