Perbuatan jenis ini menjadikan pelakunya kufur kepada Allah. Sebab dia telah membenarkan orang yang mengaku mengetahui ilmu ghaib. Perbuatan membenarkan manusia yang mengaku mengetahui ilmu ghaib merupakan sikap pendustaan.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman,
قُل لَّا يَعۡلَمُ مَن فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ ٱلۡغَيۡبَ إِلَّا ٱللَّهُ
“Katakanlah: ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah.” (QS. An-Naml: 65)
Dalam hadits shahih disebutkan,
مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَعَلَى مُحَمَّد
“Barangsiapa mendatangi dukun atau peramal, lalu ia mempercayai ucapan dukun atau peramal tersebut maka ia telah kafir terhadap (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad.” (HR. Ahmad. Ash-Shahihah, 3387)
3. MENDATANGI DUKUN, MEMBUKTIKAN KEDUSTAANNYA
Kelompok yang ketiga adalah orang yang mendatangi dukun atau peramal lalu bertanya sesuatu berkaitan dengan aktivitas perdukunannya untuk kemudian membantah, menunjukkan, serta membuktikan kedustaan jawaban dukun tersebut. Lalu kemudian dijadikan bahan untuk memahamkan umat tentang kedustaan praktik perdukunannya.
Perbuatan jenis ini diperbolehkan oleh syariat.
Dalilnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendatangi seseorang bernama Ibnu Shayyad yang mengaku sebagai utusan Allah, padahal hakikatnya dia adalah seorang dukun.
Rasulullah mengujinya dengan sebuah pertanyaan untuk kemudian menunjukkan kedutasaan Ibnu Shayyad. Sebagaimana dalam riwayat,
ثُمَّ قَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنِّي قَدْ خَبَأْتُ لَكَ خَبِيْئاً. فَقَالَ ابْنُ صَيَّادٍ: هُوَ الدُّخُّ. فَقَال لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اخْسَأ، فَلَنْ تَعْدُوَ قَدْرَكَ