Masalah Impor Sampah

Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Basel melalui Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1993. Konvensi Basel mengatur perpindahan lintas batas limbah secara internasional, yang menetapkan pengetatan atas pembuangan limbah beracun berikut turunannya terhadap dampak lingkungan hidup efektif.
Berkaitan dengan masalah tersebut di atas, beberapa hal perlu dilakukan berkaitan dengan impor sampah yang terindikasi bercampur dengan limbah B3.
Pertama, benahi regulasi. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah non- Bahan Berbahaya dan Beracun. Poin revisi adalah mengubah HS Code berisi kata “lain-lain” menjadi lebih spesifik. Kata “lain-lain” ini diduga menjadi celah masuk bagi jenis sampah itu. Di samping itu, perlu diatur persentase kontaminan yang diperbolehkan dalam impor material bahan baku daur ulang. Hal ini perlu sebagai acuan bersama bagi aparat atau importir dan eksportir dalam menjaga kualitas material.
Kedua, Melakukan penegakan hukum yang tegas terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pengiriman kontainer yang berisi sampah dan limbah B3 ke Indonesia. Pemerintah Indonesia harus mengirim kembali (re-export) sampah dan limbah B3 tersebut ke negara asalnya. Hal ini juga sekaligus menegaskan bahwa Indonesia bukanlah tujuan pembuangan sampah dan limbah B3.
Ketiga, Tingkatkan koordinasi dan pengawasan antar departemen dan aparat penegak hukum. Kempat, Optimalisasi pengelolaan sampah. Sistem pengelolaan sampah dengan konsep 3R (reduce, reuse, recycle) belum berjalan secara maksimal dengan angka daur ulang masih 10 persen hingga 20 persen. Impor bahan baku material daur ulang berupa kertas dan plastik terpaksa dilakukan karena pasokan dalam negeri belum bisa memenuhi padahal potensi dalam negeri sangat besar. (*)