Patah Pensil Versi UNESCO

Literasi di zaman now tidak lagi sekadar bisa mengeja ba-bi-bu atau ini Budi, ini Ibu Budi tetapi lebih daripada itu. Bagaimana memahami bahwa Budi bukan sekadar nama orang melainkan juga bisa berarti watak, perbuatan baik, ataupun akhlak. Bahwa kata ini adalah salah satu kata penunjuk. Dalam konteks pelajaran Bahasa Indonesia, materi tidak disuguhkan untuk dihafal tetapi untuk dipahami.
Bagaimana memahami kalimat utama, gagasan utama, isi, kesimpulan, dan ringkasan sebuah teks. Hal ini selaras dengan Dekalarasi UNESCO 2003 bahwa literasi baca-tulis terkait pula dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan, dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi bermacam-macam persoalan.
Kemampuan literasi baca-tulis versi deklarasi UNESCO ini harus menjadi tuntunan dalam bersosialisasi dan berkomunikasi di tengah gempuran teknologi informasi. Tanpa kecakapan literasi baca-tulis yang mumpuni, orang yang menerima informasi tak akan mampu untuk menganalisis dan mengidentifikasi kebenaran informasi yang diterimanya. Akhirnya, informasi yang diterima hanya dibaca tanpa pemahaman lalu dipercayai tanpa saringan bahkan hingga akhirnya disebar begitu saja.
Hoaks-hoaks lalu bermunculan dan anehnya dipercayai banyak orang. Siapa yang menyebarkannya? Adalah orang-orang yang kemampuan literasi baca-tulisnya masih rendah. Siapa yang memercayainya? Adalah orang-orang yang kemampuan literasi baca-tulisnya masih rendah. Siapa orang-orang itu? Tentu saja bukanlah orang-orang yang buta aksara bahkan bisa jadi mereka adalah intelektual tetapi bisa bersikap intelek dalam berliterasi.