Patah Pensil Versi UNESCO

Hal lain yang tak kalah pentingnya dalam literasi baca-tulis ini adalah kemampuan menuliskan ide. Hoaks tak bisa dilawan dengan diam. Sebuah berita bohong harus dibalas dengan tulisan yang meluruskan kebohongan tersebut. Sayyid Quthb, ilmuwan, sastrawan, sekaligus ahli tafsir Mesir menuliskan bahwa satu peluru hanya bisa menembus satu kepala tetapi satu tulisan mampu menembus jutaan kepala.
Di sekolah, keluarga, hingga masyarakat, indikator keberhasilan literasi bukan hanya banyaknya bacaan ataupun frekuensi membaca yang tinggi melainkan juga berapa karya yang dihasilkan. Ketika kemampuan literasi tak bisa berpuas diri dengan berkurangnya penderita buta aksara, maka kemampuan literasi baca-tulis tak bisa hanya berhenti dengan munculnya generasi yang suka membaca tetapi juga generasi yang mampu menulis.
Literasi keluarga
Orang yang memiliki kecakapan literasi baca-tulis, dalam hal ini benar-benar cakap seperti isi dekalarasi UNESCO, adalah orang-orang terpandang dan tak bisa dipandang sebelah mata. Keluarga punya peran untuk itu, dengan memberikan teladan gemar membaca kepada kepada anak dan mendampinginya untuk membiasakan diri menuliskan hal-hal sederhana. Di sekolah anak mendapatkan arahan berliterasi, di rumah diperkuat dengan keteladanan orang tua, meskipun sekadar membaca koran di setiap pagi sebelum berangkat kerja. Kini patah pensil bukan lagi karena putus sekolah melainkan karena tidak literat versi UNESCO.***