Buah Hati, Khuldi, dan Simalakama

Orang tua adalah akar, batang, ranting sekaligus daun. Anak hanyalah buah. Sebuah pohon hanya akan tegar dihantam angin jika akar kuat mencengkeram di tanah, sementara batang, ranting dan daun meliuk dengan gerakan yang seirama. Jangan berharap banyak pada ketenangan keluarga jika orang tua lebih banyak di luar rumah dan memercayakan pendidikan anak pada buah khuldi berwujud barang-barang elektronik tadi. Tidak akan!
Dari telapak tangan anak kita, dia bisa melihat apapun hanya dengan menyentuhkan ujung jarinya di atas layar.Adegan kekerasan hingga pornografi terpapar jelas di depan mata. Seribu tanya tentang menstruasi, mimpi basah, mastrubasi, hingga ejakulasi, didapatinya bukan dari orang tua tapi dari orang lain, tontonan, dan bacaan sembunyi-sembunyinya. Jika sudah klimaks, ketika anak sudah terang-terangan melawan, atau bahkan ketika kita mendapat mereka menjadi korban ataupun pelaku sodomi, barulah kita panik dan merasa telah disodori buah simalakama.
Kembali dan duduk bersama di ruang keluarga adalah jalan untuk membangun kembali keluarga cemara, keluarga yang tak dicemari oleh buah hati. Sepahit apapun simalakama dari buah hati, sebenarnya itu hanyalah bom waktu yang bisa dijinakkan,asalkan ruang keluarga yang selama ini difungsikan sebagai home theatre dialihfungsikan sebagai tempat bertukar cerita, tempat membaca cerita sehingga menjadi perpustakaan keluarga. Peran literasi keluarga, selain untuk merekatkan sesama anggota keluarga, juga untuk mengalihkan anak-anak kita dari gawai ke buku bacaan.