Laba Garuda

Kepintaran direktur keuangan itu bisa dilihat dari sini: rencana pendapatan masa depan dimasukkan ke dalam pendapatan tahun lalu. Nilainya besar pula. Lebih dari Rp 2 triliun.
Rencana pendapatan itu datang dari kontrak jangka panjang. Yang ditandatangani tahun lalu.
Kerja sama itu -- pintarnya lagi -- bukan dilakukan langsung oleh Garuda, tetapi oleh anak perusahaannya: Citilink. Makanya penumpang Citilink sudah pada tahu: akan ada pelayanan Wi-Fi di atas pesawat. Sebentar lagi. Sangat menggembirakan. Juga membanggakan.
Mungkin banyak yang mengira Wi-Fi itu nanti gratis. Seperti yang di dalam terminal bandara.
Tentu tidak akan gratis.
Bisakah jasa Wi-Fi itu menghasilkan uang Rp 2 triliun dalam waktu 10 tahun?
Saya tidak mampu menghitungnya. Belum tersedia data pendapatan pesawat dari sektor Wi-Fi.
Saya sering naik pesawat yang sudah memiliki layanan Wi-Fi. Selama di Amerika. Atau dalam penerbangan jarak jauh.
Namun hanya sekali menggunakannya. Itu pun hanya karena ingin merasakan. Yang benar-benar untuk keperluan mendesak belum pernah. Masih terlalu mahal. Menurut perasaan saya.
Apalagi untuk penerbangan Citilink di dalam negeri. Yang jarak terbangnya hanya satu sampai dua jam. Adakah begitu pentingnya urusan yang sampai tidak bisa ditunda dua jam? Sampai harus menggunakan Wi-Fi yang mahal?
Untuk ukuran saya saja masih merasa mahal. Apalagi untuk umum. Entahlah, mungkin saya yang salah sikap. Meski bukan orang keuangan saya sudah tertular untuk punya 'sikap keuangan'.
Mungkin juga karena Citilink punya konsultan yang hebat. Yang tahu cara menghitung pendapatan masa depan. Terutama pendapatan dari sektor Wi-Fi. Mungkin saja mereka punya data penggunaan Wi-Fi di dalam pesawat di negara lain.