Pengembang Setop Rumah Bersubsidi

  • Bagikan
VIDEO GRAFIS : Imbas Anggaran Pusat Habis Krisis Utang Menurut Mustajab, para pengembang akan mengalami krisis. Krisis yang dimaksudkannya adalah, para pengembang terbebani oleh bunga kredit konstruksi yang digunakan untuk membangun hunian bersubsidi. "Opsinya ada dua. Tetap menjual huniannya dengan harga Rp146 juta. Tetapi, pakai skema komersial. Pastinya, tidak flat (rata) 5 persen angsurannya," jelasnya. Itu pun kalau calon user tertarik. Sebab, sejauh ini masyarakat telah teredukasi dengan skema FLPP yang memang sangat ringan karena ada subsidi dari pemerintah. Pilihan selanjutnya adalah menghentikan pembangunan atau pengembangan proyek. Sebab, kalau pengembang terus menggenjot pembangunan dengan menggunakan kredit konstruksi, maka mereka akan terbebani bunga yang tidak murah (sekitar 13 persenan). "Jadi pengembang yang punya ready stock akan menjualnya dengan skema komersial. Kalau pengembang yang ingin pengembangan proyek, pasti menahan diri dan menghentikan sejenak pembangunannya," ucap Direktur Utama PT Togika Graha Bakti itu. Kalau pengembang sampai masuk ke opsi penghentian pembangunan, menurutnya akan terjadi perlambatan sektor properti. Untuk di Sulsel saja, 300-an pengembang naungan REI Sulsel, sekitar 70 persen merupakan pengembang hunian bersubsidi. Tanda Jadi Salah satu pengembang hunian bersubsidi di Kabupaten Maros, Abdul Salam, mengaku, sudah dua bulan belakangan ini hanya closing beberapa unit saja. Padahal sebelum-sebelumnya bisa belasan hingga puluhan yang closing. "Peminat rumah subsidi sekarang ini sangat tinggi. Tetapi, sekarang kami bisa buat inden saja dulu. Belum bisa closing. Dengan harapan menanti kuota subsidi itu yang masih tidak jelas," keluh Abdul Salam yang juga Owner PT Sanusi Karsa Tama itu.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan