Soal Revisi UU KPK, Seperti Kembali ke Orde Baru

  • Bagikan
"Ini namanya kebijakan memanjakan koruptor. Seolah-olah korupsi bukan lagi kejahatan luar biasa," ketusnya. Revisi UU KPK juga membuat pemberantasan korupsi makin lemah. Kata dia, judicial review (JR) ke MK sudah jadi harga mati. Terutama untuk pasal-pasal bermasalah harus ditinjau ulang. "Misalnya, KPK dimasukkan ke rumpun eksekutif. Ini kan aneh, penegakan hukum itu teori dasarnya itu ya di yudikatif. Beda dengan kejaksaan dan kepolisian. Jadi ini keliru besar karena KPK nanti jadi tidak independen," bebernya. Pembahasan revisi UU KPK juga terkesan buru-buru. Hasrul menyebut prosesnya cacat formil. Revisi ini tidak masuk dalam prolegnas. Juga bila jangka pendek mesti masuk dalam usulan 5 tahun. "Ini diajukan terakhir 2011. Tiba-tiba diajukan lagi. Berarti cacat formil karena tidak sesuai aturan. Jadi ini bila diuji MK akan diterima karena cacat formil," bebernya. Proses penyadapan, penggeledahan itu termasuk dalam pro justitia. Unsur yang berhak dalam pro justitia hanya penyidik dan penyelidik. Bila mesti izin lagi ke Dewan Pengawas yang akan dibentuk berarti mencampuri proses pro justitia, intervensi penegakan hukum. "Sebenarnya sudah ada Dewan Penasihat yang bisa mengambil fungsi pengawasan. Tidak perlu ada lagi Dewan Pengawas yang akan dibentuk Presiden. KPK itu independen. Jadi ya ke masyarakat dong tempatnya bertanggung jawab," tegasnya. Revisi UU KPK ini patut dicurigai ada yang bekingi. Presiden dan DPR begitu kompak mempercepat prosesnya. Sementara KPK tidak pernah dilibatkan dalam prosesnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan