RUU Pesantren Ikut Kontroversi, Reaksi Ormas Seperti Ini

FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Rancangan Undang-Undang atau RUU tentang Pesantren menuai polemik di masyarakat. Oleh karena itu, DPR diminta untuk tidak terlalu cepat mengesahkannya mengingat masih menjadi perdebatan hangat di publik.
Ketua Bidang Ghazwul Fikri Pusat Kajian Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Teten Romly Qomaruddien mempersoalkan isi RUU tersebut, karenanya agar tidak disahkan, sebelum dikaji lagi. Isi RUU itu ada lima pokok kriteria pesantren yakni santri, masjid, pondok, dan kitab kuning.
“Artinya untuk kita kuning ini perlu dikoreksi lagi mengingat perkembangan ke depan perlu melihat visioener ke depan,” ujar Teten, kemarin (21/9).
Dia melihat saat ini banyak pesantren yang telah mengembangkan model pesantren modern. Banyak pesantren yang telah meggunakan teknologi digital seiring dengan kemajuan zaman. Lantas bagaimana dengan kitab kuning, apakah masih relevan digunakan di era modern seperti sekarang ini?
“Kitab kuning yang dimaksud bukan saja kitab-kitab atau buku kiai dulu saja yang wajib di pesantren, tapi juga perkembangan kitab-kitab fikih modern itu sudah masuk apalagi di era digital itu sudah jauh lebih maju kan. Artinya untuk kitab kuning, ini perlu dikoreksi lagi, untuk perkembangan ke depan bukan hanya melihat masa lalu tapi visioner ke depan,” ucap dia.
Sementara menurut Pengamat Pendidikan, Budi Trikorayanto, bahwa sejauh yang berkaitan dengan pesantren itu tidak masalah, tetapi ketika menyentuh ke pendidikan agama-agama munculah persoalan. Meskipun kata dia, dipahami secara komprehensif harusnya Persatuan Guru Indonesia (PGI) dan lembaga non Islam lainnya tidak perlu keberatan.