Putri Presiden Ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu menyebutkan, perempuan adalah pihak pertama yang paling dirugikan dengan berlakunya UU KPK hasil revisi. Kemudian, anak-anak. ”Ketidakmampuan masyarakat miskin mengakses pendidikan, mengakses kesehatan, dan segala macam itu adalah efek yang paling nyata dari korupsi,” ujarnya.
Anita menilai revisi UU KPK adalah bentuk pelemahan KPK. Karena itu, presiden harus tegas terhadap komitmen pemberantasan korupsi dengan menerbitkan perppu. ”Bapak Presiden harus kembali menegaskan komitmen yang pernah beliau ucapkan lima tahun lalu, yaitu menjadi garda terdepan memimpin gerakan pemberantasan korupsi,” katanya.
Di tempat terpisah, koalisi masyarakat sipil menyangsikan komitmen Presiden Joko Widodo. Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menyatakan tidak yakin Jokowi berani mengeluarkan Perppu KPK. Pemicu utamanya, jelas dia, tidak ada satu pun partai koalisi penyokong Jokowi-Ma’ruf yang mendukung perppu. Khususnya PDI Perjuangan sebagai partai utama. ’’Partai koalisi tidak setuju. Itu saja masalahnya,” kata Ray.
Ironisnya, sambung dia, Jokowi tidak berani melawan kepentingan koalisi partai. Sebab, jika keinginan koalisi ditentang presiden, risikonya terlalu besar. Bisa saja pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin lima tahun mendatang tidak berjalan mulus karena mendapat gangguan dari lingkaran kekuasaan sendiri. ’’Risikonya besar. Apalagi, PDIP tidak suka (ada perppu, Red),” paparnya.
Menurut Ray, situasi saat ini justru terbalik. Bukannya partai koalisi yang mengawal presiden, justru presidenlah yang mengawal kepentingan koalisi. Salah satunya dalam penolakan parpol atas penerbitan Perppu KPK. Sebuah regulasi yang sebenarnya menjadi wewenang mutlak presiden.