Dahaga yang sama yang membuat orang kalap berbelanja. Orang membeli dan menumpuk hal-hal yang ia tak perlukan, dengan uang yang tak ia punya, karena hatinya hampa. Industri kapitalis global mengintai setiap saat serta mampu membaca keinginan masyarakat yang ada. Jasa kartu kreditpun eksis untuk mengisi kebutuhannya.
Bersama dengan itu, berbagai masalah sosial pun tumbuh dan berkembang, penguasa dan kaum kapitalis memanfaatkan hal tersebut dengan membuat rantai penyeragaman dalam tradisi budaya modern dengan memberi kehausan akan sensasi. Sayangnya, ia cenderung tak dikenali, dan diabaikan. Dampaknya pun beragam, mulai dari kenikmatan sesaat sampai dengan tindakan yang merusak.
Sensasi juga dapat menjadikan perbedaan pendapat mengancam kepercayaan diri mereka, sehingga mereka menjadi marah dan kecewa. Jika sudah begitu, mereka dengan mudah menyerang rekan dialognya dengan kata-kata kasar, atau kekerasan fisik.
Kita sudah hidup. Namun, kita belum hidup dengan kesadaran yang sesungguhnya. Pikiran pun kadang dijajah oleh emosi dan tradisi kaptalis. Kita bahkan tak mampu melihat kemungkinan-kemungkinan di luar tradisi, baik itu tradisi budaya maupun agama yang diwariskan kepada kita.
Dahaga akan sensasi pula yang mendorong terjadinya perang dan krisis di berbagai belahan dunia. Seperti kata Herakleitos, seorang pemikir Yunani, perang membuat manusia waspada dan kuat. Perang juga menjadi warna dari keseharian yang seringkali terasa begitu hampa. Dahaga akan sensasi, sayangnya, bisa menjelma menjadi dahaga untuk saling memusnahkan.