Sekolah dan Ancaman Dibalik Industri Digital

  • Bagikan

Teknologi di akhir abad ke-20 terus bergulir bak bola salju ke abad 21. Menciptakan teknologi-teknologi selanjutnya yang akhirnya menjadi mesin ekonomi baru yang mengalahkan minyak dan baja.

Bola salju yang melahirkan para supreme baru. Para entitas yang mengubah konektivitas dan informasi menjadi komoditas dalam skala masif. Lapangan kerja dibuka bagi mereka yang lulus sekolah, pajak yang gemuk disetor, dan layanan berbasis internet pun diekspor ke seluruh dunia.

Merekalah yang menggerakkan mesin pencetak uang AS. Agar Paman Sam tetap punya fulus yang banyak, dan karenanya bisa tetap jadi negara dan bangsa paling digdaya di muka bumi. Sebab tak ada kedigdayaan tanpa uang.

Hal tersebut yang membuat sistem tatanan sosial hingga sistem pendidikan saat ini berubah mengikuti arus teknologi dan di konsumsi setiap harinya. Bahkan hal tersebut  telah menjadi budaya pop, yang menjadikan penyeragaman secara universal di belahan dunia. Bila hal tersebut tidak diikuti bersiapkah menjadi manusia dan negara yang paling tertinggal. Ancaman selalu hadir kapan saja dan dimana saja.

Lalu bagaimana nasib masyarakat yang khususnya kurang mampu dalam menyambut kompetisi framing industri digital saat ini? apakah mereka selamanya akan tenggelaman oleh derasnya arus globalisasi?

Apa yang telah saya uraikan di atas, seharusnya dalam sebuah kompetisi intelektual yang humanis akan selalu mengalahklan yang tertinggal tanpa perlu melakukan cara-cara yang dehumanisme.

Dunia akan sedikit optimis jika setiap orang dengan bakatnya masing masing melakukan bagian terbaiknya di dunia ini sesuai porsinya tanpa saling berebut. Dan orang-orang yang memiliki kekuatan besar berada di posisi yang lebih tinggi, bukan di maksudkan demi sebuah kehormatan, namun untuk membantu yang lebih lemah.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan