Hal senada disampaikan Ketua Majelis Syuro PKS, Salim Segaf Al Jufri. Dia meminta jika ada kader PKS yang memiliki masalah internal, agar tidak meninggalkan partai. “Kalau ada ketidakcocokan terjadi di antara kita, penyelesaiannya bukan keluar atau buat partai baru. Kalau ada krisis hati penyelesaiannya kembali kepada hati. Perlu kesabaran,” kata Salim.
Sementara itu, pengamat politik Paramadina Public Policy Institute (PPPI), Ahmad Khoirul Umam menilai Partai Gelora Indonesia harus dapat membedakan diri dari PKS. Baik dari aspek karakter pergerakan, identitas ideologis, visi-misi, dan platform kepartaian, hingga logistik.
Dia menilai sepak terjang partai yang digawangi mantan elit PKS, seperti Anis Matta dan Fahri Hamzah itu patut dicermati. Di internal PKS sudah tampak ada orientasi dan arah perilaku politik yang berbeda. Yakni terbagi dua faksi. Yaitu faksi keadilan yang dianggap lebih ideologis dan faksi kesejahteraan yang lebih berorientasi pada ekonomi.
“Anis Matta dan Fahri Hamzah identik sebagai faksi kesejahteraan. Sementara senior-senior seperti Hidayat Nur Wahid identik dengan faksi keadilan. Itu hanya idiom saja. Langkah perilaku politik mereka ke depan yang akan mengonfirmasi di bagian mana mereka akan berposisi,” jelasnya.
Selain itu, kemampuan Partai Gelora membedakan diri dari PKS akan menentukan kemampuan bertahan dan lolos ambang batas parlemen (parliamentary thresshold) pada Pemilu 2024. “Tapi kalau Partai Gelora hanya menduplikasi apa yang dilakukan PKS, kecil kemungkinan bisa bertahan. Karena ceruk massa dan logistiknya akan disedot oleh PKS,” papar dosen Ilmu Politik di Universitas Paramadina itu. (fin)