"Saya tidak habis pikir mengapa pemerintah lebih menghargai pengangguran daripada kami. Kami yang mengajar setiap hari malah ditelantarkan dengan alasan tidak ada regulasi. Lah, kenapa untuk pra kerja dibuatkan regulasi," kritiknya.
Kritikan juga disampaikan Nur Baitih. Guru honorer K2 di DKI Jakarta ini memang sudah menerima gaji Rp3,8 juta per bulan. Namun, setiap tahunnya mereka harus menghadapi serentetan ujian.
Yang lulus tes, bisa tetap bekerja dan menerima gaji Rp3.8 juta. Sebaliknya, bila tidak lulus haknya dicabut.
"Gaji kami (guru honorer di DKI Jakarta, red) memang lebih tinggi dibandingkan daerah lain tetapi kami tiap tahun selalu waswas," ujar Nur yang juga Korwil PHK2I DKI Jakarta.
Baik Titi maupun Nur berharap, ada kebijakan pemerintah yang memihak kepada guru. Guru bukan hanya PNS. Masih banyak guru honorer yang hidupnya jauh di bawah sejahtera.
"Jangan ingat kami di Hari Guru saja. Ingatlah kami setiap waktu. Pemerintah selalu menuntut guru harus berkompetensi tinggi sementara ruang pelatihan bagi kami dibatasi. Guru dituntut fokus mengajar, sementara kesejahteraan kami tidak dipikirkan pemerintah," seru Titi.
Dia berharap, pemerintah tidak sekadar beretorika menciptakan SDM unggul. Sebab, sampai saat ini guru yang menjadi kunci dari pendidikan di Indonesia malah dikesampingkan. (jpnn/fajar)