"Setiap tahun kita kekurangan daging. Seko itu sangat pas dikembangkan jadi kawasan peternakan. Sehingga Sulsel ke depan menjadi lumbung daging nasional," jelas mantan Bupati Bantaeng dua periode itu.
Problem Seko yang terisolasi harus diselesaikan. Daerah yang dikenal dengan tarif ojek termahal (Rp1,1 juta sekali jalan) ini bertahap diperbaiki kondisi jalannya. Apalagi, kawasan Seko ini bisa disebut segitiga emas. Menghubungkan tiga provinsi: Sulsel, Sulteng, dan Sulbar.
"Banyak jarak bisa dipangkas dan Seko akan jadi pusat pertumbuhan ekonomi baru. Namun, perlu dukungan APBN sehingga kita minta Komisi V (DPR RI) mendorong lewat hak budgeting untuk men-support balai-balai nasional di Sulsel," terangnya.
Balai Membantu
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) XIII Miftachul Munir menuturkan saat ini kemantapan jalan nasional di Sulsel mencapai 92,30 persen. Namun sayang, anggaran tahun depan menurun. Pihaknya hanya mendapat jatah kisaran Rp800 miliar.
"Tahun ini (2019, red) kita bisa Rp1 triliun lebih. Ada penurunan. Ini juga yang kita keluhkan," jelasnya.
Terkait pembangunan jalan kawasan terisolasi, pihaknya sudah ikut berpartisipasi membangun jalan di Seko. Ini setelah mendapat diskresi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Saat ini sudah tahapan pengaspalan.
"Tahun depan ada lagi anggaran Rp30 miliar untuk Seko. Memang belum cukup. Kalau ada dana sisa lelang, nanti kita arahkan ke sana," bebernya.
Pihaknya pun berharap ada dukungan legislator DPR RI. Terutama saat ada rapat kerja dan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Ditjen Bina Marga maupun dengan Menteri PUPR. Terutama dukungan anggaran.