”Yang jadi pertanyaan, itu uang siapa? Usut punya usut, uang tersebut adalah hasil pembagian warisan dari terduga pelaku. Dengan kata lain, klarifikasi anggota dewan adalah hal yang mengada-ada dan berbohong. Bagaimana inisiatif sendiri tapi bukan uang dia? Kalau uang dia, bangunkan saja rumah,” ucap dia.
Sebelumnya, Nur Hudi ketika dimintai konfirmasi oleh Jawa Pos tidak menampik perihal menawarkan uang damai. Dia mengatakan hanya berinisiatif menyelesaikan permasalahan itu dengan cara kekeluargaan. ”Memberikan solusi yang bijaksana dengan menggunakan pendekatan kekeluargaan,” ucap dia.
Apalagi, Nur Hudi yakin bahwa bayi yang dikandung korban merupakan anak SG yang hingga kini masih berstatus terlapor. ”Membantu korban untuk menuntut haknya dari pelaku. Termasuk, menjamin masa depan si bayi yang juga memiliki hak atas harta dari pelaku. Dengan harapan mendapatkan hidup yang lebih layak,” katanya.
Pertimbangan tersebut berdasar kondisi ekonomi keluarga korban yang terbatas. Sementara itu, terlapor memiliki kemampuan finansial yang cukup. Bahkan, memiliki 2 hektare tanah dan sawah. Meski demikian, Nur Hudi menyadari bahwa perbuatan asusila itu adalah tindak pidana. Sanksi hukumnya pun tidak main-main. Di UU tentang Perlindungan Anak, ancaman hukumannya penjara hingga 13 tahun. (jpc/fajar)