“Tetapi pendanaan untuk penelitian kanabinoid masih sulit. Dan ini juga terjadi di negara-negara lain, ” ujar Kovalchuck.
Beberapa peneliti di Inggris mengatakan, itu terjadi karena mungkin ada kesalahpahaman antara masyarakat umum dan politisi tentang ganja medis. Ketakutan bahwa orang akan menjadi pecandu atau mencoba mengobati dirinya sendiri, menggunakan segala bentuk ganja yang mereka temukan.
Peneliti juga menyatakan, bahwa sangat penting bagi mereka untuk meluruskan informasi dan menghindari sensasionalisme semacam itu.
“Para peneliti harus sangat berhati-hati ketika menyebarluaskan hasil penelitian mereka, mengingat volatilitas sosial-politik dari penggunaan ganja medis,” kata Chris Albertyn, seorang peneliti di King’s College London, yang juga merupakan ahli kanabinoid dan demensia.
Menurut Albertyn cara terbaik untuk mengatasi hal itu adalah menerapkan metode penelitian yang terbuka dan juga transparan.
“Sebagai contoh, penelitian dari Kanada baru saja meluncurkan ‘mekanisme aksi’ terapi potensial, tetapi hal itu perlu divalidasi dan diperiksa lagi dalam uji klinis yang dirancang dengan baik, sebelum akhirnya mengambil kesimpulan klinis yang signifikan,” jelas Albertyn.
“Termasuk juga melakukan pra-pendaftaran protokol klinis dan metode analisis, penerbitan dalam jurnal yang dapat diakses secara terbuka, uji coba kontrol plasebo doube-blind yang ketat, dan juga pemeriksaan independen oleh ahli dari komunitas akademik klinis,” sambungnya.
Masalahnya, lanjut Albertyn, tanpa dana yang cukup dan penelitian lebih lanjut, pengetahuan tentang kanabinoid akan sangat terbatas. Apakah hasil penelitiannya positif atau negatif, beberapa mengatakan tidak akan diketahui sampai penelitian benar-benar dilakukan.