Kenaikan iuran untuk kelas I dan II serta adanya subsidi kelas III membuat BPJS Kesehatan bisa surplus Rp1,76 triliun setelah adanya pengurangan carry over utang jatuh tempo pada 2019 sebanyak Rp15,5 trililun. Kondisi ini bisa menyelamatkan BPJS yang menjalankan program jaminan kesehatan.
“BPJS masih punya utang jatuh tempo sebesar Rp4,4 triliun. Jika sesuai dengan keputusan MA, maka ancaman defisit pada tahun 2020 ini bisa terjadi. BPJS Kesehatan berpotensi defisit sebanyak Rp6,6 triliun,” bebernya, Kamis, 14 Mei.
Kebijakan ini juga mempertimbangkan kemampuan bayar peserta BPJS Kesehatan. Pihaknya bahkan sudah menyiapkan subsidi bagi peserta kelas II sehingga pada tahun ini, tak ada kenaikan iuran. Kelas III untuk segmen peserta PBPU dan BP tetap membayar Rp25.500 per bulan.
Pihaknya juga sudah menyepakati, evaluasi tarif iuran berkala yang akan dilakukan setiap dua tahun sekali. “Evaluasi ini kita pertimbangkan dengan beberapa penilaian. Ada pertimbangan inflasi kesehatan hingga pertimbangan kemampuan bayar peseta,” tambahnya.
Dirjen Anggaran Kemenkeu Askolani mengatakan, pihaknya sudah menyerap aspirasi warga dengan tetap memberi subsidi pada kelompok pesrta menengah ke bawah. Atau kelompok peserta kelas III sehingga tak ada kenaikan iuran pada tahun ini.
Peserta kelas III tetap membayar Rp25.500 dengan selisih tarif yang ditanggung oleh pemerintah sebesar Rp16.700. Selain membantu masyarakat subsidi iuran ini juga membantu BPJS Kesehatan mengatasi masalah defisitnya.
“Kami menyiapkan anggaran Rp3,1 triliun untuk subsidi tersebut. Sementara pada tahun 2021 mendatang kelas III hanya membayar Rp35 ribu. Subsidi sisanya ditanggung pemerintah pusat bersama pemda,” jelas Askolani.