Angka Partisipasi Diprediksi Menurun

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Pilkada serentak di tengah pandemi covid-19 harus digelar. Kepastian hak seluruh pemilih diharap bisa tersalurkan.
Garansi akan hak pilih masyarakat tersalurkan menjadi salah satu wacana yang berkembang dalam diskusi virtual, FAJAR Bincang bertema "New Normal Election", kemarin.
Di awal diskusi, Ketua KPUD Sulsel, Faisal Amir mendapat kesempatan pertama untuk mempresentasikan kondisi terkini jelang pelaksanaan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara serentak, Desember mendatang. Menurut Faisal, ada banyak tahapan KPU yang bertentangan dengan pilkada. Di mana, protokol kesehatan harus dikedepankan.
Misalnya, untuk tahapan verifikasi jalur perseorangan. Normalnya, penyelenggara harus menemui pemilih. Apakah mendukung calon tersebut atau tidak. Akan tetapi, kondisi saat ini memungkinkan tidak akan maksimal. Sebab, belum bisa ditentukan apakah pemilih ingin menerima tim verifikasi.
Solusi lainnya, diakuinya, memang ada. Salah satunya mengumpulkan pemilih di satu tempat. "Atau bisa juga kami akan memakai atau menggunakan teknologi secara cara video call. Itu sangat memungkin terjadi," katanya.
Termasuk kampanye, pihaknya belum bisa berandai-andai bagaimana teknisnya. Kampanye secara online atau daring memang sedang dibahas di tingkat pusat. Sebab, menjadi hal yang baru. "Juga, harus diakui bersama, tidak semua daerah di Sulsel memiliki jaringan baik. Ini akan menjadi kesulitan kami. Sebab, sebagian pemilih atau warga belum terbiasa dengan teknologi," jelasnya.
Kemudian, di tahap pemungutan suara. KPUD Sulsel belum yakin bisa dilakukan secara virtual. Sebab, model konvensional selama ini akan menjadi penghambat. Selama ini, orang sakit pun masih sebisa mungkin ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) untuk menggunakan hak pilihnya.
"Berbicara soal TPS, ya, kemungkinan ditambah. Untuk menghindari kerumunan banyak warga. Kalau seperti itu, sudah tentu anggaran pelaksanaan pilkada akan membengkak 30 persne hingga sampai 40 persen dari anggaran sekarang ini. Belum lagi anggaran untuk menerapkan sistem protokol kesehatan. Belum lain-lain," tambahnya.
Pesan yang disampaikan itu disambut negatif dari narasumber dan penanggap. Plt Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel, Nurdin Halid misalnya. Ia menilai KPUD terkesan pesimis. Menurutnya, KPU harus mampu memaknai semangat yang disampaikan Presiden Joko Widodo, di mana semua warga harus hidup berdampingan dengan coronavirus desease (covid-19).
"Harusnya KPU tidak pesimis. Suka atau tidak senang kita semua harus dalam keadaan siap. Hidup berdampingan dengan pandemi ini harus dibarengi dengan kecerdasan berpikir, oleh karena itu ada yang new normal. Di mana beraktivitas seperti biasa tetapi berdasarkan protokol kesehatan," katanya.
KPU, kata dia, harus lebih optimis dalam kondisi sekarang ini. Tak ada yang menginginkan pandemi ini datang. Sekarang bagaimana menerima semuanya. "Kita harus menerima semuanya. Bukan karena tidak produktif. Kalau pesimis tidak punya kemampuan dengan berbagai resiko, maka pilihannya adalah KPU harus memberikan solusi lain," jelasnya.
Hampir sama dengan Nurdin Halid, Ketua DPD Partai Demokrat Sulsel, Ni'matullah juga berpandangan serupa. KPU harusnya tidak menjadikan pandemi ini sebagai sesuatu alasan misalkan ada penambahan anggaran dan lainnya. "Jangan ini menjadi pintu masuk dengan alasan pandemi anggaran harus ditambah. Jangan terlalu berlebihan melihat fenomena ini," katanya.
"Faktanya misalkan, dalam satu TPS jumlah yang tercatat adalah 250 pemilih. Yang datang biasanya tidak sampai dengan jumlah itu. Bahkan jika dilihat saat normal pun tak ada pemilih berkumpul di TPS. Intinya jangan berlebihan, yang kita mau KPU harus siap," sambung wakil Ketua DPRD Sulsel itu.
Beri Kepercayaan
Dalam diskusi kemarin, Direktur Nurani Strategic, Nurmal Idrus memberikan beberapa catatan. Poin utamanya adalah bagaimana KPU harus tampil memberikan kepercayaan kepada publik. "Sebab, yang kita ketahui ada perubahan dalam kehidupan kita semua," kata Nurmal mengawali bicaranya kemarin.
Mantan Ketua KPU Kota Makassar ini upaya penyelenggara sekarang meminta tambahan anggaran tidak tepat. Maksudnya, item program sebelumnya saja yang digeser untuk menyesuaikan standar protokol kesehatan. Idealnya, KPU tidak membebani lagi negara dengan meminta tambahan anggaran.
"Beberapa tahapan yang menggunakan anggaran miliaran rupiah yang misalkan bimtek dan lain-lain disesuaikan dengan kondisi saat ini. Misalnya melalui virtual. Kalau teman KPU meminta anggaran, saya pribadi cukup heran. Tentu penyelenggara tahu negara kita ini dalam keadaan krisis, yang ditunggu adalah bagaimana empati yang besar meringankan beban negeri ini," katanya.
Program yang bisa digeser, kata dia, pelaksanaan yang selama ini KPU tanggung, seperti sosialisasi dan pembuatan alat peraga kampanye dikembalikan ke pasangan calon. Termasuk iklan di media massa. "Semuanya bisa dikembalikan ke calon kepala daerah," katanya.
Begitupun dengan pengamat Politik Unismuh Makassar, Andi Luhur Priyanto menilai apabila pelaksanaan pilkada ini tetap dilanjutkan kelompok mana yang akan diuntungkan. "Yang jadi pertanyaan saya, kedaulatan siapa yang diberikan pilkada ini. Ini tidak akan maksimal (dilakukan tergesa-gesa), “malpraktek”, katanya.
Berbeda dengan Rektor UNM Prof Husain Syam. Ia berpandangan pandemi Covid-19 ini tidak bisa dihindari. Semuanya harus siap konsekuensinya. "Inilah adalah kehidupan normal baru. Kita semua beruntung bisa mengetahui karakteristik virus ini. Menurut saya, tahapan tidak harus berubah, ikuti saja protokol kesehatan," katanya.
"Kita ini semua dipaksa harus menerima kenormalan baru ini. Ini adalah tatanan hidup baru. Sehingga tidak bisa berhenti berinovasi dan beraktivitas seperti biasa," jelasnya.
Kampanye Daring
Bakal calon wali Kota Makassar Moh Ramdhan Pomanto menilai keputusan pilkada digelar tahun ini masih lebih baik daripada harus menunggu 2021. Artinya, langkah pemerintah bersama DPR menyelenggara memutuskan Desember sudah sangat tepat. "Jika terus ditunda yang muncul adalah krisis baru lagi. Jadi menurut saya ini sudah tepat," kataanya.
Sebagai kandidat, ia sudah menyiapkan berbagai cara untuk mendapatkan simpati masyarakat di tengah pandemi covid-19. Baginya pilkada kali ini adalah hal yang baru dan menjadi pelajaran dan tantangan baru. "Apapun kondisi dan situasinya kandidat harus siap. Artinya ke depan yang dimaksimalkan adalah sistem jaring serta smart city dan bagaimana memperbaiki konten kita," jelasnya.
Berbeda dengan Danny, bakal calon wakil Bupati Bulukumba, Arum Spink berpandangan berbeda. Anggota DPRD Sulsel itu mengawali pandangannya dengan menceritakan kondisi di Kabupaten Bulukumba. Utamanya masih sangat sulit yang namanya internet. Termasuk, larangan agar tidak ada kerumunan warga sangat sulit terhindarkan.
"Misalnya pada tahapan deklarasi yang selama ini melibatkan massa, kemudian tiba-tiba kita membatasi. Ini menjadi persoalan juga, khawatir akan menjadi antipati lagi," jelasnya. "Tapi apapun itu tentunya sebagai calon kami sangat siap. Program dan caranya bagaimana tengah disiapkan," tutup Ketua Fraksi Nasdem sulsel itu. (*)
Reporter: Mustaqim Musma
Editor: Amrullah b Gani