Menurut Brahmana, dokter-dokter yang terpapar Covid-19 tidak harus yang merawat langsung pasien Covid-19. Kini justru banyak kasus dokter yang terpapar adalah mereka yang tidak merawat pasien Covid-19 langsung. ”Mereka bisa terpapar dari berbagai sumber. Pekerjaannya sangat berisiko terpapar. Bisa dari pasien dan penunggu pasien umum yang ditangani,” jelasnya.
Brahmana menuturkan, yang harus diketahui banyak orang, risiko dokter terpapar Covid-19 lebih besar daripada masyarakat pada umumnya. Pandemi Covid-19 terdeteksi di Indonesia sejak awal Maret. Sejak itu pula para dokter di-push untuk bekerja keras. Kemungkinan terpapar virus SARS-CoV-2 makin tinggi dan lama. ”Mereka sejak awal Maret sudah bekerja keras. Secara manusiawi ada yang lelah,” ujarnya.
Sebab itu, rumah sakit harus melihat jam kerja dokter yang bertugas. Sebab, jumlah dokter terbatas. Jika mereka bekerja dengan keras, paparannya tinggi dan dalam waktu lama sangat berisiko. ”Meskipun dokter yang tidak langsung menangani pasien Covid-19. Contohnya, dokter ada di poliklinik, pasien yang datang tidak semuanya melalui skrining.
”Apakah semua pasien umum yang datang ke poliklinik diskrining? Kan tidak. Sehingga paparan virus terhadap dokter besar. Sebab, dokter tidak tahu pasien mana yang positif dan tidak,” ujarnya.
Brahmana menambahkan, setidaknya untuk mengurangi risiko terpaparnya Covid-19 ke dokter, harus ada skrining semua pasien. Dan, pemerintah makin banyak melakukan tes Covid-19 dan tracing ke masyarakat.
”Selain itu, harus dilengkapi APD yang standar dengan cara pemakaian dan pelepasan yang benar. Pakai APD kalau cara memakai dan melepasnya tidak benar juga risiko terpapar,” ujarnya. (JPC)