Di jajaran Direktorat Jenderal AHU, Aidir meninggalkan begitu banyak legacy. Ia bersama jajarannya merevolusi semua pelayanan publik yang ada. Pelayanan pendaftaran fidusia yang tadinya bisa selesai sebulan, seminggu dibuat online dan selesai dalam waktu sekitar 5
menitan. Pemesanan nama badan hukum yang diproses selama berhari-hari, berminggu-minggu dibuatnya menjadi 5 menit. Begitu juga dengan pendaftaran badan hukum (PT, Yayasan dllnya). Ia mempercepat proses
dan menghilangkan semua kemungkinan melakukan KKN.
“Kelancaran ternyata membawa berkah, dari pemasukan PNBP yang tadi hanya Rp50 miliar melompat mencapai angka Rp 700 miliar di tahun 2014,” jelas seorang stafnya.
Hasil kerja Aidir akhirnya dikenal banyak pihak. Bahkan dirinya seringkali diundang ke berbagai pertemuan mancanegara, baik yang dilaksanakan World Bank maupun lembaga lainnya, untuk menjelaskan capaiannya itu.
Tak hanya jajaran di Kemenkumham yang tahu ‘gaya’ kerja Aidir yang cepat itu. Ketika pada Mei 2013. Kementerian lain pun tahu reputasi Aidir. Saat ada ancaman pemerintah Arab Saudi akan menangkap ribuan
WNI yang tak memiliki identitas diri, Deplu RI dan Kemenakertrans RI diperintahkan menyiapkan segala sesuatunya. Ternyata dokumen utama yang harus disiapkan adalah status kewarganegaraan adalah: surat Status WNI dari Ditjen AHU dan paspor RI dari Ditjen Imigrasi.
Direktur Perlindungan WNI Deplu Tatang Razak (kini Dubes RI di Kuwait) yang sedang melaksanakan rapat, mengusulkan menghubungi Aidir untuk mengatur tim dari Kemenkumham termasuk imigrasi.