Aidir Amin Daud, Birokrat, Spirit Jurnalis

  • Bagikan

Tatang me-louds-speaker handphonenya agar semua peserta rapat mendengar. Tatang menyampaikan ke Aidir, bahwa ada situasi darurat di Arab Saudi menyangkut warga Indonesia yang harus ditangani segera.
Aidir tanpa melihat kemungkinan anggaran, spontan menjawab. “Kalau keputusan dan arahannya gitu, minggu ini juga kita kirimkan 10 orang pejabat AHU dan 10 orang pejabat Imigrasi.”

Aidir Amin Daud dengan pose pernaki-pernik kaleng coca-cola yang dikumpulkan dari berbagai belahandunia. (Foto: Dok pribadi)

Sesudah menutup telpon Aidir langsung menghadap Menteri Amir Syamsuddin dan melakukan koordinasi dengan Dirjen Imigrasi Bambang Irawan. Empat hari kemudian, tim sudah bekerja di Jeddah.

Ketika ditanya, mengapa ia bisa menjadi bagian utama dari perubahan di Kementeriannya dan bisa bekerja dengan gaya cepat seperti itu, Aidir menjawab, “Mungkin karena saya punya perjalanan hidup di dunia jurnalistik selama belasan tahun. Kami biasa bekerja cepat dan pragmatis.”

Sebelum menjabat sebagai birokrat, nama Aidir cukup tenar dikalangan wartawan. Dia sulit dilepaskan dari rentetan sejarah jurnalis di Makassar. Pria kelahiran 1 November 1958 ini memegang peranan penting khususnya pada dekade 1990-an. Aidir menjadi salah satu ikon jurnalis. Daya nalar dan tingkat kematangan dalam menelaah isu yang berkembang menjadi modal utama Aidir. Dia adalah alumnus Fakultas Hukum Unhas dan juga tercatat sebagai dosen di Kampus Merah itu.

Mantan Wakil Pemimpin Redaksi Harian Fajar ini pun malang melintang di dunia jurnalistik. Soal kiprahnya sangat banyak yang harus diulas.

Termasuk kengototan Aidir dan kemampuan menembus narasumber, membangun jaringan, dan ketekunannya. Aidir bahkan terlibat dalam banyak kesempatan memberikan kontribusi pada pengembangan media
lokal di Makassar.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan