Meskipun demikian, ia juga tidak menampik terjadi paradoks dalam perbankan syariah di Indonesia. Jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai 87 persen atau 209 juta, tetapi perekonomian syariah tidak masuk lima besar.
“Di Indonesia ada market share enam persen, jauh di bawah perbankan konvensional,” ucapnya.
Literasi perbankan syariah Indonesia hanya delapan persen dan tingkat inklusi 9,1 persen.
Faktor eksternal juga mempengaruhi pertumbuhan perbankan syariah. Ia menyebutkan permodalan di perbankan syariah lebih kecil dengan ongkos pendanaan lebih tinggi dalam menggali dana pasar.
Nasabah perbankan syariah biasanya masyarakat kelas dua. Artinya, secara keuangan perbankan syariah berhadapan dengan risiko kredit yang mengakibatkan pertumbuhan laba tidak optimal.
Sementara, Direktur Tresuri Bank Panin, Gunawan Santoso, mengatakan sebelum pandemi Covid-19, perbankan sudah mengalami banyak tantangan yang membuat kita mengubah cara berpikir para pelakunya. Teknologi berlari begitu cepat, bahkan yang tercepat sejak teknologi ditemukan.
“Kami berhadapan dengan anak-anak milenial, yang cara berpikirnya mudah dan simple, berhadapan dengan fintech dan start up yang secara signifikan mendisrupsi dunia perbankan, mudah memberikan kredit ketimbang perbankan konvensional," tuturnya.
Salah satu strategi yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya adalah perbankan akhirnya bekerja sama dengan market place online.
Ia mengungkapkan pandemi Covid-19 mempercepat tantangan yang dari dulu dihadapi, seperti percepatan transaksi online. Dulu orang melakukan pembayaran datang ke bank, sekarang hal itu tidak perlu lagi.