“Itu cara yang paling aman. Dan masyarakat perlu hati-hati juga karena banyak produk yang dipalsukan juga beredar di pasaran,” kata Deddy.
Menurut Deddy Mulyana, viralnya video Anji tersebut bisa dilihat dari dua faktor dari sisi psikologi komunikasi. Pertama, tayangannya sedang menjadi kebutuhan semua orang sehingga menarik perhatian publik.
Faktor kedua, yang menyampaikan adalah seorang pesohor yang tentunya punya penggemar (lovers) dan pembenci (haters). Ini menambah bobot daya tariknya dan mampu menarik atensi masyarakat.
“Sebuah tayangan bukan hanya hasil karya seseorang, tapi merupakan sebuah konstruksi sosial. Kita tidak bisa serta merta menghakimi seseorang hanya karena sebuah tayangan. Misalnya, seseorang dipanggil dengan sebutan profesor, padahal masih doktor. Ini sebagai bentuk penghormatan. Kita perlu tahu, apakah gelar tersebut adalah pengakuan narasumber, atau pihak lain?” tutur penulis buku Komunikasi Lintas Budaya tersebut.
Di sisi lain, tambah Deddy, literasi digital masyarakat juga sangat rendah. Secara demografi dan statistik, faktanya penduduk Indonesia masih rendah dalam hal literasi.
“Berdasarkan data, masyarakat kita hanya membaca 27 halaman buku per tahun. Dan kita berada di urutan ke-61 dari 62 negara yang disurvei berdasarkan tingkat literasinya. Sehingga dampak rendahnya kemampuan literasi ini mempengaruhi rendahnya daya kritis seseorang terhadap suatu isu,” ujarnya. (JPC)