“Mama Pergima, Tidak Kembalima Itu”, Pesan Terakhir Putra Kabag Protokol Bone

  • Bagikan

"Ongko bisa menerima setelah saya jelaskan secara sederhana. Dan memang saya persiapkan dia berdiri dari kaki sendiri. Dia juga sering ngurir ke Bajoe," bebernya.

"Dia (Ongko) paling suka memang ke Bajoe ngurir karena tarifnya Rp10.000. Sama kalau di Mamuju juga begitu," sambung istrinya, Wahida.

Barham yang juga Ketua Dewan Kesenian Bone itu kembali bercerita, terakhir komunikasi satu minggu sebelum meninggal. Bahkan, waktu hari lebaran juga tidak sempat komunikasi. Menjelang salat Jumat itu ditunggui untuk salat Jumat bareng, namun tidak datang.

Malam Ongko baru datang ke rumahnya yang baru ia bangun. Datang dengan tidak tersenyum. Hanya terbaring, terdiam, dan kaku. Dibawa oleh banyak orang. Dia tiba dalam keadaan meninggal.

"Saya terpukul memang karena saya sudah persiapkan untuk 20-30 tahun ke depan. Saat ini saya perang dengan keadaan, saya hampir menjust diriku sebagai orang munafik. Saya tidak pernah membahagiakan anakku dalam artian kebebasan. Apalagi, dia punya cita-cita mau jadi Akpol," sebut Bambang dengan mata berkaca-kaca.

Bambang tertunduk dan berusaha tetap tersenyum. Dia mengambil selembar tisu. Melap mulutnya. Namun, matanya tetap berkaca-kaca, tetapi dia berusaha menahan air mata itu agar tidak terjatuh.

Sayang Ongko terlalu cepat pergi, banyak cerita yang tidak diketahuinya. Abbanya memang berwatak keras di depannya. Ongko mau beli drum. Di depan anaknya dia melarang itu. Untuk apa. Ketika sang anak masuk di kamar, dia lalu menelepon istrinya meminta untuk membelikan anaknya drum.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan