Angkie tidak menampik bahwa sistem PJJ membawa efek samping yang cukup berat bagi sebagian siswa dan orang tua. ’’Khususnya bagi keluarga ekonomi rendah,’’ lanjutnya. Kendala utama tentu saja ketersediaan kuota internet untuk mengikuti proses PJJ dengan lancar. Namun, PJJ mau tidak mau tetap harus dilakukan.
Karena PJJ merupakan respons atas situasi pandemi Covid-19 yang tidak memungkinkan pertemuan tatap muka dilakukan. Mengingat, pertemuan tatap muka membawa risiko kerumunan di dalam ruang kelas yang bisa menimbulkan potensi penularan Covid-19. Bantuan itu diharapkan bisa memperlancar proses PJJ khususnya yang dilakukan secara daring.
Pada bagian lain, rencana pemberian pulsa kepada PNS ini mendapat masukan dari Komisi VII DPR. Anggota Komisi VII Eddy Soeparno menilai perlu ada kriteria jelas jika memang ingin memberlakukan pemberian bonus pulsa bagi PNS yang bekerja dari rumah.
“Jangan hanya sekedar PNS lalu diberikan sumbangn bonus pulsa. Kia harus lihat yang punya kepentingaan terhadap pengunaan pulsa saat ini,” jelas Eddy. Menurutnya, barisan yang paling membutuhkan pulsa untuk komunikasi saat ini selain tenaga medis adalah tenaga pengajar.
Eddy menyoroti kondisi guru-guru, terutama yang ada di daerah, yang harus melaksanakan pembelajaran jarak jauh. “Jadi menurut saya kalau memang ada dana alokasi ke situ (pemberian pulsa), dibuat skala prioritasnya. Dan prioritas tertinggi salah satunya adalah guru-guru,” tegasnya.
Apalagi, lanjut dia, masih banyak guru yang saat ini berstatus honorer dengan penghasilan terbatas. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan pulsa saja sudah sangat berat bagi mereka. Dan untuk bantuan pulsa bagi guru pun perlu kriteria yang jelas juga. Intinya, pemberian bantuan pulsa ini harus memiliki kriteria pasti agar tidak salah sasaran. (mia/byu/deb/JPG/r6)