Usman menambahkan pendeta Yeremia ditembak dan ditusuk hingga meninggal pada Sabtu 19 September, di kandang babi miliknya di Kampung Bomba, Distrik Hitadipta, Kabupaten Intan Jaya. Sang istri baru menemukan mayat Yeremia pada Minggu pagi.
Berbeda dengan versi gereja, Polda Papua sudah memberikan penjelasan bahwa pelaku penembakan itu adalah kelompok sipil bersenjata yang ingin memancing perhatian global menjelang sidang umum PBB akhir bulan ini.
”Jika hasil investigasi polisi menyimpulkan pelakunya adalah aparat TNI, maka lembaga itu harus menjelaskan mengapa menuduh pihak lain. Negara harus menghentikan pembunuhan di luar hukum yang sewenang-wenang di Papua,” kata Usman.
Sementara itu aktivis HAM Papua Younes Douw menginformasikan, pendeta Yeremia hanyalah seorang pelayan gereja yang mengabdi di desa kecil itu dan tak terkait dengan kelompok bersenjata.”Pendeta Yeremia bukan orang jahat, dia juga tidak terlibat dalam Gerakan Papua Merdeka,” tutur Younes.
Pembelaan Younes seturut dengan dugaan masyarakat bahwa penembakan itu bagian dari upaya TNI mencari pembunuh Pratu Dwi Akbar dari Yonif 711/RKS/Brigif 22/OTA.
Pratu yang ditugaskan ke Intan Jaya untuk persiapan pembentukan Koramil tewas di tangan kelompok bersenjata. Catatan Amnesty International Indonesia, setidaknya lima pembunuhan terjadi dalam tiga bulan terakhir, yang merenggut delapan orang korban.
”Amnesty International Indonesia juga mencatat ada 15 kasus pembunuhan sepanjang 2020 di Papua, dengan 22 orang korban. Sebagian besar kasus itu melibatkan polisi dan militer,” imbuh Usman.