Orang tua pelajar yang datang menjemput juga diimbau untuk mengawasi anak-anaknya dengan lebih baik. Yusri juga menjelaskan kenapa pihak kepolisian meminta orang tua untuk menjemput. Dari 1192 ini adalah anak sekolah STM.
“Saat ditanya, kamu tahu tidak, apa itu undang-undang (Ciptaker)? Tidak tahu. Terus kamu ke sini ngapain? Oh saya diundang pak melalui media sosial diajak teman, nanti dapat duit di sana, dapat makan, tiket kereta sudah disiapin truk sudah disiapin, bus sudah disiapin tinggal datang ke sana lempar-lempar saja,” kata Yusri menjelaskan.
Pihak kepolisian juga memberikan edukasi kepada para pelajar yang diamankan untuk tidak ikut-ikutan ajakan yang tidak jelas asal-usulnya dan melawan hukum.
Bahkan, dari total keseluruhan yang ditangkap di sejumlah daerah, tercatat Polri menangkap 5.918 orang saat aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja. Jumlah tersebut merupakan hasil penangkapan dari seluruh Polda jajaran. Ribuan pendemo itu terpaksa ditangkap karena diduga membuat kericuhan.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol. Argo Yuwono mengatakan, dalam aksi berujung anarkis, Polri menangkap 5.918 orang. Di antara ribuan orang yang ditangkap itu, sebanyak 240 orang dinaikkan statusnya ke tahap penyidikan atau dilakukan proses pidana. Sementara 153 orang masih dalam proses pemeriksaan, 87 orang sudah dilakukan penahanan.
Jenderal bintang dua ini menegaskan, penegakan hukum terhadap pendemo yang melakukan tindak anarkis merupakan upaya Polri dalam menjaga wibawa negara sekaligus memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. “Negara tidak boleh kalah oleh premanisme dan intoleran,” katanya.