Sementara itu, Pengamat Pemerintahan, Sukri Tamma berpandangan, dalam struktur pemerintahan, metode dengan model reward bagi suatu pencapaian adalah sesuatu yang biasa dan jika dilakukan dengan tepat maka hal tersebut akan menjadi stimulan bagi peningkatan kerja dari bagian-bagian organisasi yang mendapat reward.
“Saya pikir dalam kerangka ini PJ Walikota mencoba memberikan stimulan tersebut agar mereka yang mendapat reward akan terus meningkatkan kinerjanya sekaligus untuk memotivasi yang lain agar dapat berprestasi juga,” papar Sukri.
Namun, lanjut Sukri, bentuk reward tentu saja disesuaikan dengan konteks, kondisi dan kebutuhan organisasi. Dalam konteks pemerintahan tentu saja, aspek pendanaan, ketepatan bentuk kegiatan dan bentuk prestasi dari mereka yang mendapat reward juga penting untuk diperhatikan, jangan sampai upaya untuk memberikan stimulan bagi pengembangan justru akan menimbulkan pemborosan anggaaran yang seharusnya dapat digunkan untuk membiayai hal-hal lain yang lebih mendesak.
“Dalam konteks pandemi saat ini, tentu saja pemerintah dituntut untuk dapat mendukung berbagai upaya penanganan termasuk melalui alokasi dana yang memadai karena hal ini menjadi permasalahan bersama. Jadi jika kemudian beberapa camat dan lurah di kota Makassar hanya plesiran tanpa hal-hal lain terkait denga tugas dan tanggungjawab serta upaya untuk mengembangkan kebijaka kota makassar ke depan, maka tentu saja hal tersebut memang rentan menimbulkan sorotan,” urainya.
Lebih lanjut Sukri memandang, jika memang target-target APBD yang dicanangkan sebagai salah satu tujuan kerja organisasi pemerintahan kota Makassar tidak terpenuhi, maka kegiatan yang dilakukan camat dan lurah tersebut sangat mungkin justru akan meinmbulkan anggapan miring karena cednerung terlihat sebagai upaya pemborosan anggaran.