"'Secara potensi sangat bisa terjadi beralihnya pendukung atau dukungan dari kandidat yang didukung Nasdem dan Gerindra (Moh. Ramdhan Pomanto-Fatmawati) ke paslon lain,'' imbuhnya.
Analis politik Unismuh, Andi Luhur Prianto mengatakan, setiap partai politik akan menghadapi ujian survivalnya masing-masing dan ujian historis bagi setiap partai politik. Apalagi partai baru, yang belum cukup terinstitusionalisasi dengan baik.
Kampanye Negatif
"Pola tantangannya bersifat internal dan eksternal. Kalau tidak di perhadapkan pada konflik internal, maka akan berhadapan dengan tantangan eksternal, yang umum seperti jeratan kasus korupsi pada elit strategisnya," bebernya. Contohnya, seperti PKS dan PPP yang malah pernah menghadapi keduanya. Konflik internal dan jeratan kasus elit puncaknya.
Imbasnya, kata dia, sedikit tidaknya berimbas pada kader partai. Terlebih bila mengusung seorang kandidat pada momentum Pilkada. "Setiap kasus-kasus hukum yang dihadapi elite partai, akan menjadi bahan negative campaign bagi lawan politiknya," ujarnya.
Isunya bisa dikemas untuk memojokkan kandidat yang memiliki koneksi langsung dengan elite partai yang bersangkutan. Dan secara politik, orang bisa membuat judgement atau penghakiman tanpa harus menunggu pembuktian secara hukum.
"Tentunya judgement atau penghakiman politik, tidak selalu sama dengan kebenaran yuridis. Ya, dampaknya pada citra elektoral kandidat yang diusung. Mereka akan sulit menawarkan gagasan-gagasan tentang pemerintahan bersih dan anti korupsi," jelasnya.
Pakar politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Firdaus Muhammad mengatakan, adanya kasus pada partai pengusung membuat akan menjadi beban tersendiri bagi si paslon yang diusung. "Citra partai yang tersandera kasus tentu berpengaruh terhadap kontestasi politik apalagi dipolitisasi, setidaknya jadi beban," bebernya.
Olehnya itu, kata dia, tugas kader adalah melawan opini bahwa kasus itu ditangani berwajib. "Tidak terkait pencalonan," tegasnya.