FAJAR.CO.ID, MAROS -- Status kasus dugaan tindak pidana korupsi pengerjaan pembangunan jaringan irigasi dan bendung Bainang di Desa Bontomanai Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Tahun Anggaran 2018 ditingkatkan ke penyidikan Selasa, 16 Februari.
Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros, Galuh Bastoro Aji mengatakan pihak Kejari Maros telah melakukan gelar perkara atau ekspose kasus dugaan tipikor pengerjaan pembangunan jaringan irigasi dan bendung Bainang di Desa Bontomanai Kecamatan Tompobulu Kabupaten Maros dan hasilnya statusnya ditingkatkan ke penyidikan.
Sementara itu Kepala Seksi (Kasi) Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Maros, Afrisal Tuasikal mejelaskan kalau penyelidikan kasus dugaan tipikor ini mulai dilakukan pada awal Januari 2021 lalu dan telah diekspos.
"Dalam ekspos, kita semua sepakat agar penanganan perkara kasus ini ditingkatkan ke tahap penyidikan," katanya.
Dia menjelaskan jika kasus ini bermula saat adanya laporan dari warga.
"Jadi berangkat dari situ kami melakukan penyelidikan karena adanya laporan dan bangunan bendung yang terbengkalai ini tidak bisa dimanfaatkan warga. Padahal tujuannya kan untuk pengairan," jelasnya.
Proyek bendung Bainang ini kata dia pagunya sekitar Rp6,7 M yang dikerjakan tahun 2018 oleh PT Harfiah Graha Perkasa.
"Diakhir tahun 2018 pekerjaan yang berada dibidang sumber daya air Dinas PUPR ini tidak selesai. Meski anggarannya sudah dicairkan 90 persen dari anggaran Rp6,7 Miliar atau sebesar Rp6,1 Miliar yang dicairkan," ungkapnya.
Sementara diakhir tahun masih ada sekitar 10 persen by dokumen yang belum dikerjakan, sambungnya.
Alasan pengerjaan tidak rampung, kata dia, karena kekurangan waktu.
"Waktu itu menyeberang dibulan Januari tahun 2019 dan bangunannya diterjang banjir dan roboh," jelasnya.
Ironisnya, setelah dilakukan penyelidikan hingga saat ini belum diajukan serah terima pengerjaan.
"Sampai sekarang tidak ada serah terima dan statusnya tidak diketahui apakah pekerjaan itu sudah selesai atau belum. Jadi proyek itu status quo, karena sampai sekarang tidak ada juga denda atau balck list," paparnya.
Setelah tim meminta keterangan dan hitungan dari ahli, lanjutnya, ternyata ditemukan ada potensi deviasinya atau selisih sekitar Rp1,8 Miliar. Juga mutu beton tidak sesuai.
"Atas dasar itu tim penyelidik meningkatkan ke tahap penyidikan dan selanjutnya akan menentukan siapa-siapa yang bertanggung jawab karena ada potensi tindak pidana korupsi disitu," paparnya.
Pada tingkat penyelidikan kata dia, pihaknya telah meminta keterangan dari 10 orang terkait yakni dari Dinas PUPR, konsultan pengawas, pelaksana, tim lelang dan tim pemeriksa pekerjaannya.
"Pekan depan rencananya kita kembali memanggil pihak terkait untuk mulai melakukan pemeriksaan sebagai saksi ditingkat penyidikan. Dari situ nanti kita telaah siapa yang seharusnya bertanggungjawab," pungkasnya.
Ditegaskan Afrisal, pengusutan kasus ini disebabkan proyek bendung Bainang ini terbengkalai dan tidak bisa dimanfaatkan dengan baik oleh petani. Padahal tujuannya untuk mengairi sawah para petani.
Dikonfirmasi terpisah Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR), Muetazim Mansyur mengaku tidak tahu secara pasti mengenai proyek itu.
Akan tetapi dari informasi yang ia terima jika sebelumnya proyek itu akan diserah terimakan oleh pihak ketiga ke Dinas PUPR.
"Mau diserah terimakan, tapi tiba-tiba ada kerusakan karena banjir. Makanya disarankan kepada rekanan untuk memperbaiki dulu,"sebutnya. (Rin)