Akibat gangguan jiwa tersebut, Masim sering berpidato sendiri. Rumahnya juga dipenuhi dengan tulisan "Pondok Gontor” dan berbagai tulisan Arab.
“Dulu rumah ini penuh tulisan Arab sama tulisan Pondok Gontor. Oleh kakak saya,” kata Musyafak, yang duduk di samping Masim. Sementara Masim masih juga bingung dengan tatapan kosong.
Musyafak mengatakan, keluarga saat itu tidak mengira Masim bakal pergi jauh karena tidak berpamitan. Masim pergi saat usianya menginjak 35 tahun.
Keluarga sempat mencari ke berbagai daerah, termasuk ke Jakarta. Namun tidak kunjung ditemukan. Mereka khawatir dengan Masim karena dia hilang dalam kondisi kejiwaan yang terganggu. Pencarian tersebut berhenti setelah adanya kabar bahwa Masim telah meninggal.
Kabar ditemukannya Masim di Probolinggo diketahui oleh Muhammad Ridwan, pegawai Kecamatan Secang yang masih keluarga. Saat itu Ridwan sempat tidak percaya karena yang dia tahu Masim sudah meninggal.
Dalam unggahan tersebut tersurat bahwa telah ditemukan seorang kakek telantar asal Kalisalak, Magelang. “Saat ditanya oleh Mbak Meri. Dia (Masim) hanya menyebutkan Kalisalak, Magelang,” tutur Ridwan.
Sekilas dia mengenali foto dalam unggahan tersebut mirip Masim. Dia pun segera meminta kontak Meri lewat media sosial untuk memastikan kalau kakek tersebut adalah saudaranya atau bukan.
Kepada Meri, Ridwan meminta divideokan jari tangan kakek tersebut. Karena Ridwan tahu di bagian jari manis tangan kiri Masim ada bekas luka dalam.
“Setelah divideo ternyata memang ada bekas luka dalam di bagian jari manis. Bekas lukanya persis seperti punya Mbah Masim,” katanya.