Menurut Darul, dengan gaji yang sangat di bawah standar serta tekanan pekerjaan dan bekerja full time tanpa tambahan bayaran, tentu saja membuat jurnalis tidak memiliki kepastian untuk memenuhi kebutuhan hidup layak termasuk menggerus profesionalitas dan independensi dalam melayani kepentingan publik.
AJI Makassar juga menganggap bahwa sistem itu sebagai praktik perbudakan modern di tengah menjamurnya media daring, dan harus segera dihentikan.
"Kita bisa lihat di Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar memiliki lebih dari 50 perusahaan media massa tapi bisa dihitung jari perusahaan yang menggaji jurnalis mereka secara layak," tegas Darul Amri.
Dalam kesempatan ini juga, AJI Makassar mengimbau agar perusahaan pers tidak melakukan pemutusan hubungan kerja, atau mengebiri hak-hak jurnalis termasuk THR dengan alasan efisiensi selama pandemi Covid-19 berlangsung. (ikbal/fajar)
Pernyataan Sikap AJI Kota Makassar #MayDay2021:
- Menolak Sistem perbudakan modern perusahaan pers dengan mengupah murah jurnalis.
- Mendesak perusahaan pers menggaji jurnalis secara layak atau minimal setara upah minimum kota, memenuhi jaminan ketenagakerjaan, kesehatan, dan upah lembur.
- Meminta perusahaan pers untuk membayar tunjangan hari raya 7 hari sebelum Idulfitri sesuai ketentuan Peraturan Menaker Nomor 6/2016 tentang THR Keagamaan.
- Mengimbau kepada jurnalis apabila hak THR diabaikan perusahaan pers untuk melapor ke posko pengaduan AJI Makassar, Jl. Puri Raya VII Blok A9 No.17 Makassar.
- AJI mengimbau semua pihak, baik kalangan pemerintah maupun swasta, menolak ataupun melaporkan apabila ada oknum wartawan ataupun yang mengatasnamakan wartawan, organisasi wartawan, perusahaan pers, ataupun organisasi perusahaan pers yang meminta THR atau sumbangan dalam bentuk apapun.