Ia pun dibekali dengan keris. Sumber lain menyebutkan , I Fatimah Daeng Takontu disebut memakai senjata bernama balira untuk melawan penjajah.
Seperti yang ditulis dalam buku “Profil Sejarah, Budaya, dan Pariwisata Gowa”, I Fatimah meninggalkan tanah kelahirannya beberapa bulan setelah Sultan Hasanuddin wafat. I Fatimah diikuti oleh para ratusan pasukan elite menuju Banten.
“Di antara pasukan yang dipimpin I Fatimah, terdapat banyak wanita yang dikenal sebagai Pasukan Bainea (pasukan wanita), yaitu semacam srikandi membantu perjuangan raja Gowa,” seperti yang ditulis dalam buku “Profil Sejarah, Budaya, dan Pariwisata Gowa”. Buku tersebut ditulis oleh Akademisi Unhas, Adi Suryadi Culla, Zainuddin Tika, dan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Jika Sultan Hasanuddin dijuluki oleh Belanda “Ayam Jantan dari Timur”, maka I Fatimah digelari oleh seorang penyair Belanda dengan nama “Garuda Betina dari Timur”.
Sementara itu, Sistem Informasi Database Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Mempawah, menjelaskan, Daeng Fatimah adalah Istri Daeng Talibe yang makamnya terdapat di Desa Sui Bakau Kecil.
Suami Istri ini merupakan Panglima Perang Kerajaan Mempawah, dimana khusus kepada Daeng Fatimah ditugaskan menjaga wilayah perairan Kerajaan Mempawah yang dipusatkan di daerah Pulau Temajo dan tugas ini dijalankannya dengan baik dan penuh tanggung jawab.
Sebelumnya, di grup facebook, Suku Makassar Internasional II. Akun @Mulia Mulia pun mengungkapkan kondisi terkini makam putri Raja Gowa ke-XVI, Sultan Hasanuddin, tersebut.