Bambang menuturkan, Firli Bahuri cs telah melanggar Pasal 15 huruf d tentang menegakkan sumpah jabatan juncto Pasal 35 Ayat (2) UU KPK karena tidak setia untuk mempertahankan serta mengamalkan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia, khususnya UU dan PP tentang KPK.
“Tidak menjalankan tugas dan wewenangnya secara obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Bambang menuturkan, hasil TWK tidak bisa mengukur integritas dan komitmen 75 pegawai yang telah bekerja selama belasan tahun di lembaga antirasuah tersebut. Bambang menambahkan, dalam konsep kejahatan hak asasi dikenal pelanggaran HAM berat.
Pelanggaran dimaksud terdiri dari pembunuhan masal (genocide), pembunuhan sewenang-wenang di luar pengadilan (extra-judicial killing), penyiksaan, penghilangan bukti secara paksa, perbudakan atau diskriminasi sistematis (systematic discrimination).
Dari sini, kata BW, TWK dapat dinyatakan sebagai tindakan diskriminasi sistematis. Karena tidak hanya prosesnya diskriminatif, baik metode, pelaksanaan maupun hasilnya. Tetapi juga pegawai KPK yang tidak memenuhi TWK distigmatisasi sebagai kelompok merah yang tidak dapat dibina lagi.
“Sehingga seluruh hak keperdataannya dibunuh secara melawan hukum,” katanya.
Bambang menuturkan, TWK juga telah menimbulkan dampak yang luar biasa merugikan bagi seluruh upaya pemberantasan korupsi. Bahkan merugikan kepentingan rakyat dan pemerintahan serta masa depan Indonesia.