FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Transaksi aset kripto atau mata uang digital di Indonesia cukup besar. Selama lima bulan transaksi mencapai Rp370 triliun.
Perlu mengatur lebih spesifik. Pemerintah mengusulkan adanya bursa khusus kripto. Khusus di Indonesia, kripto tidak dijadikan sebagai mata uang (currency) namun dianggap sebagai aset yang bisa diperdagangkan atau komoditas. Regulasinya diatur Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Menurut data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag), lebih dari 6,5 juta orang Indonesia melakukan jual-beli mata uang kripto sepanjang Januari-Mei 2021.
Kepala Bappebti, Indrasari Wisnu Wardhana, mengatakan pada tahun lalu jumlah nilai transaksi aset kripto di Indonesia hanya Rp64,9 triliun. Kemudian pada Januari hingga Mei 2021 naik drastis hingga Rp370 triliun dalam lima bulan tahun ini.
"Bappebti (Kemendag) sudah menetapkan daftar aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar sebanyak 229 aset kripto," ungkapnya saat rapat dengan Komisi VI DPR RI, Selasa, 29 Juni.
Kata Wisnu, kripto ini aset digital yang karakteristiknya berbeda dengan komoditas fisik. Sehingga keamanan transaksi menjadi yang paling utama. Keamanan tentu menjadi paling mahal. Kata dia, ada risiko ketika kripto dimasukkan ke dua bursa ini, Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan Indonesia Commodity Derivatives Exchange (ICDX).
"Bila kripto yang karakteristiknya sangat jauh berbeda dengan komoditas fisik ini kemudian digabung masuk ke dua bursa yang ada, BBJ dan ICDX, akan menggerus kepercayaan masyarakat. Maka diusulkan ada bursa khusus kripto yang menangani aset kripto," tukasnya.