Sebenarnya, kata dia, mereka yang paham perbedaan sejarah peradaban manusia dan sejarah keislaman akan memahami baik, namun generasi kita belakangan ini sering rancu membedakan mana sejarah peradaban manusia, mana sejarah keislaman. "Sejarah keislaman itu dimulai dari era Nabi Muhammad, yang lahir Awwal tahun Gajah atau 570 Masehi. Tapi bicara sejarah peradaban manusia tentu kita akan sampai ke zaman Nabi Adam," terangnya.
Di Indonesia, sambung Syafruddin siswa sekolah dibentuk melalui pendekatan sejarah secara umum. Mereka punya kurikulum sendiri. Nah, kalau bicara keislaman ini perlu membaca banyak literatur. "Coba kalau saya tanya kapan pertama kali Islam masuk nusantara? Belum ada jawaban pasti masih kontroversi, nah ini perlu digali mencari jawaban keilmuannya," tandas Syafruddin panjang lebar.
Karena itu, DMI selaku lembaga bergerak di bidang kegiatan kemasyarakatan selalu berusaha mendorong lahir peneliti atau pengajar yang nantinya melahirkan karya keilmuan berguna bagi ummat. Ada buku-buku jadi petunjuk sejarah keislaman berbagai sudut pandang.
Apalagi saat ini minat pemuda Indonesia mempelajari sejarah masih kurang. Kompetensi keilmuan ini dipandang sebelah mata terutama yang berkaitan langsung dengan dunia kerja. Lihat saja, jurusan sejarah di kampus-kampus sepi peminat ketimbang ilmu terapan seperti kedokteran, teknik atau eksakta lainnya. (*)