Puluhan Anak Panti Asuhan di Maros Belum Memiliki Akta Kelahiran

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, MAROS — Rupa sang senja terbayang hampir tiba.  Saat FAJAR akhirnya menemukan panti asuhan yang berlokasi terjauh dari pusat kota di Kabupaten Maros, Sulsel. Waktu tempuh dilalui selama tiga jam tiga puluh menit dari Kota Makassar. Itu Setelah bertanya beberapa kali ke orang-orang di sepanjang Jalan Poros Bone-Camba.

Google maps yang bisa diakses lewat aplikasi google play, tidak terlalu bisa diandalkan untuk melacak lokasi panti. Bahkan, jauh-jauh hari sebelumnya, kerap FAJAR dibuat “kecele” mencari panti-panti asuhan di kabupaten yang berjuluk Butta Salewangang (tanah yang subur, red) itu. Tidak sedikit pencarian yang nihil padahal jelas-jelas nama dan lokasinya tercantum di mesin pencari.

Nama  panti ini adalah Panti Asuhan Yayasan Ahmad Bone (Yahbon). Terletak di Desa Cenrana, Kecamatan Camba atau sekitar 75 kilometer dari Kota Makassar. Yayasan yang didirikan oleh KH Fathuddin pada tahun 2012 ini juga membuka pondok pesantren. Saat FAJAR menghampiri, Kamis, 9 Desember 2021, puluhan anak lelaki berbaur di halaman pondok. Mereka tidak hanya santriwan, tetapi sebagian juga adalah anak-anak panti asuhan.

Ayat-ayat suci Alquran digemakan di salah satu ruang. Muhammad Asri, Pimpinan Pondok Pesantren dan Panti Asuhan Yahbon mengawal belasan santriwati mengaji. FAJAR memunculkan diri di pintu. Seketika Muhammad Asri memberi aba-aba agar mengaji bersama sesaat dihentikan.

“Silakan masuk,” ucapnya ramah kepada FAJAR. Pria yang selalu memancarkan senyum ini menyilakan FAJAR duduk di sebuah kursi. Para santriwati itu bergeser ke dalam.

FAJAR mengutarakan maksud kehadiran sore itu. “Ya, memang ada beberapa anak panti kami yang belum memiliki akta kelahiran,” paparnya. Pria 40 tahunan itu tiba-tiba masuk ke salah satu ruang.  Menyebut nama seseorang. Muncul seorang anak perempuan. Arini Saputri (6), namanya. Kakaknya, Hasnilasari (13), menggandeng tangannya. Keduanya memakai mukena dan tampak malu-malu.

Muhammad Asri bercerita, jumlah anak panti di sana sebanyak 65 orang. 10 di antaranya belum memiliki akta kelahiran. Termasuk Arini Saputri. “ Arini belum sempat dibuatkan akta kelahiran, orang tuanya keburu meninggal. Tetapi kakaknya sudah ada aktanya,” jelasnya.

Tiga anak panti lainnya yang belum berakta kelahiran ada yang berasal dari negeri jiran. Malah berwarga negara Malaysia. Orang tuanya berasal dari Bone, lalu menikah di sana. Sayangnya, mereka bercerai. Oleh keluarga, anak-anak itu dipulangkan kembali ke Sulsel. Mereka dititip di panti itu. “Saya juga bingung bagaimana mengurus akta kelahiran anak-anak yang berkewarganegaraan asing ini,” ucapnya dengan mimik serius.

Muhammad Asri sebenarnya tidak pernah tinggal diam. Beberapa waktu lalu, sempat dia mau menguruskan akta kelahiran anak-anak panti tersebut. Tetapi merasa prosesnya terlalu lama di kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil  (Dukcapil) Maros. Akhirnya dia urungkan niatnya. Jarak yang jauh membuat dia masih memikirkan bagaimana transportasi dan akomodasi selama proses pengurusan akta kelahiran tersebut. Tentu membutuhkan biaya. “Kami tidak memiliki biaya ke kota. Untuk makan anak panti saja, kami hanya mengandalkan bantuan dari warga sekitar. Panti ini tidak pernah disentuh bantuan  dari pemerintah maupun donasi dari luar,” tuturnya pelan.

Baginya, pengurusan tersebut paling tidak memakan dana Rp300rb untuk transportasi bolak-balik dan makan di sana. Mengingat jarak tempuh yang jauh, dan durasi perjalanan yang lama. Sampai di Dukcapil pun pengurusan belum tentu lancar, kalau semisal ada kendala, ia butuh tambahan budget dan kembali meninggalkan santrinya. Asri tidak berani mengambil risiko itu karena bagi ia dan santrinya, uang tersebut bisa untuk makan beberapa hari ke depan.

Terganjal  Persyaratan Administrasi

Lain lagi cerita dari Panti Asuhan Al-Qadri. Panti ini terbilang dekat dari pusat Kota Maros. Lama perjalanan sekitar 20 menit. Al-Qadri menampung 25 anak yang masih kecil-kecil. Paling tua usia 15 tahun, dan paling bungsu belum genap 3 tahun. Sepuluh di antara 24 anak ini belum memiliki akta kelahiran.

Ya, mungkin dari segi lokasi Al-Qadri dekat untuk mengurus akta kelahiran bagi 10  anak asuh mereka. Namun rupanya tak semudah itu. Pengasuh Panti, Sunarsih, menuturkan pernah sekali ia mencoba mengurus akta tersebut, namun ada syarat berupa surat pindah dan surat nikah, ia mengaku tak punya itu. Untuk salah satu anak yang berasal dari Mamasa, Sulawesi Barat bahkan dibutuhkan surat keterangan pindah. "Itu tidak bisa kami penuhi, " ucapnya sembari menambahkan bahwa semua juga butuh dana, sedang untuk makan dan tempat tinggal mereka saja masih butuh dana.

“Yang bikin bingung itu, anak ditemukan di depan panti ketika masih bayi tanpa identitas. Sementara pihak kependudukan dan pencatatan sipil meminta surat nikah orang tua si bayi. Yang lain, ada anak dari luar daerah diminta surat pindahnya sedangkan kita tidak tahu mengenai keluarga anak tersebut,” jelas Sunarsi saat ditemui FAJAR, dua pekan lalu.

Terkait ketiadaan akta kelahiran, bagi Sunarsih hal ini mencemaskan, sebab, bagaimana pun akta menjadi syarat anak-anak itu sekolah. "Sementara ini masih aman karena kami bisa memohon dengan pihak sekolah untuk menerima mereka meski tanpa akta, tetapi ke depan belum tentu bisa, kalau mereka mau masuk SMP misalnya,"ujarnya tampak dilema.

Hal yang sama diungkap Magdalena, Pengurus Panti Ciptakan Generasi Baru yang terletak di Kecamatan Moncongloe. Salah satu anak panti di sana, Kiki belum memiliki akta kelahiran karena terkendala administrasi awal.

Pun halnya Muh Nastis, dari Yayasan Amal Islam. Dua bersaudara penghuni panti, Rezki dan Nurjannah tak bisa memiliki akta kelahiran. Alasannya, belum ada surat keterangan pindah dari daerah asal mereka.

Memang, anak-anak ini tidak hanya butuh sentuhan kasih sayang, tetapi  juga butuh difasilitasi soal administrasi kependudukan. Terutama terkait akta kelahiran yang menjadi dasar identitas mereka ke depannya.

 Dari 15 panti asuhan di Kabupaten Maros, masih ada 23 anak yang belum memiliki dokumen penting tersebut. Di Panti Asuhan Al-Qadri, 10 orang dengan rentang usia 2-15 tahun, Panti Asuhan Amal Islam sebanyak 2 orang, Panti Asuhan Cipta Generasi Baru 1 orang,dan Panti Asuhan Yayasan Ahmad Bone (Yahbon) juga terdapat 10 orang.

 Disiapkan Jalur Khusus

Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Maros, Eldrin Saleh Nuhung mengungkapkan bahwa untuk anak yang memang tidak memiliki orang tua bisa mendapatkan akta kelahirannya. Ada jalur khusus untuk itu. “Kalau untuk yang memang tidak punya orang tua, atau yang WNA silakan pengurus pantinya ke kantor Dukcapil lantai dua, temui bu Ruth Damayanti, itu bisa kok,” ujarnya.

Namun, kata dia, yang rumit adalah ketika  anak tersebut  pindahan dari kabupaten lain dan masih memiliki orang tua. Untuk data kependudukannya harus melampirkan surat keterangan pindah agar bisa membuka data base yang bersangkutan. “Kalau tidak ada surat pindahnya data base-nya tidak bisa dibuka, terkunci, sistemnya memang seperti itu,” katanya.

Adapun persoalan panti yang terkendala dana, ia menyebut paling tidak pengurus pernah ke Dukcapil untuk mengisi form-nya. “Karena pengurusannya memang harus di Dukcapil maka ke Dukcapil-lah dulu, selebihnya nanti kita cari jalan keluar,” ujarnya. (hamdani saharuna/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan