Anggota Komisi Agama DPR itu mengatakan, eksistensi lembaga negara di tengah masyarakat diharapkan dapat menghadirkan kemaslahatan melalui kebijakan yang ditelurkan. Sebaliknya, jika kebijakan yang dihasilkan tersebut menyinggung wilayah sensitif dan bertentangan dengan norma/adat/nilai lokalitas yang telah lama hidup di tengah masyarakat sehingga membuah protes dari banyak kalangan, maka sudah semestinya lembaga negara itu melakukan evaluasi.
“Dalam menjalankan roda pemerintahan, penyelenggara negara mesti memperhatikan norma maupun nilai yang dapat bersumber dari agama, budaya, ataupun adat istiadat masyarakat setempat. Segala program kerja yang telah disusun oleh pemerintah pusat tidak bisa secara serta merta diimplementasikan sebelum ditelaah dengan bijak dan dipadupadankan dengan kearifan lokal masyarakat setempat,”jelasnya.
Begitupun terkait edaran yang mengimbau pemasangan spanduk natal oleh satuan kerja Kemenag Kanwil Sulsel yang justru membidangi urusan umat Islam, demikian sambung Bukhori. Jika motif dari penerbitan edaran tersebut adalah perwujudan dari turunan program moderasi beragama yang diusung oleh Menteri Agama, maka tidak sewajarnya konten dalam edaran tersebut menyinggung wilayah prinsip keyakinan setiap muslim yang bernaung di bawah satuan kerja terkait karena berpotensi melanggar konstitusi dan HAM.
“Pertanyaan sederhana, kenapa edaran tersebut tidak ditujukan bagi lembaga atau sekolah umat kristiani yang berada di bawah naungan Kemenag? Alih-alih dialamatkan kesana, yang dilakukan justru sebaliknya. Apa tidak salah alamat?,” sindirnya.