Soroti Bantahan Stafsus Menag, Anggota Komisi VIII: Jangan Kembali Bikin Gaduh!

  • Bagikan

Di sisi lain, Anggota Badan Legislasi DPR itu mengatakan, dirinya sepakat bahwa Kementerian Agama adalah milik semua agama yang diakui oleh negara dan wajib melayani, melindungi, dan menjaga mereka.

“Walaupun demikian, tugas pelayanan tersebut tidak boleh ditafsirkan secara dangkal dan pragmatis sehingga mengorbankan kepentingan umat agama lain. Pelayanan kepada umat beragama juga harus dilakukan secara adil dan moderat, tanpa memoderasi agama dari umat lain,” bebernya.

Politisi yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Tsamratul Hidayah Jepara itu menerangkan, terdapat perbedaan mendasar antara moderasi beragama dan moderasi agama.

“Moderasi beragama bukan moderasi agama, itu adalah dua hal yang berbeda. Moderasi agama berakibat pada berubahnya syariat, ajaran, atau keyakinan agama, sedangkan moderasi beragama adalah sikap moderat dalam berperilaku agama,” ucapnya.

Alumnus Universitas Islam Madina Arab Saudi itu lantas mengaitkan perbedaan keduanya dalam konteks ucapan selamat natal. Menurutnya, tidak ada korelasi antara orang yang mengucapkan selamat natal sehingga disebut moderat atau dianggap keluar dari agama, sedangkan yang tidak mengucapkannya kemudian disebut radikal atau intoleran.

“Dalam kaitannya dengan ucapan selamat natal, itu dikembalikan kepada pribadi masing-masing mengingat hal itu tidak boleh dipaksakan dalam hal mengucapkannya atau tidak mengucapkannya. Dengan begitu, tidak ada kaitannya jika mengucapkannya (selamat natal) disebut moderat atau keluar dari agama, sementara jika tidak mengucapkannya lantas disebut radikal atau intoleran,” tegasnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan