Dia mengingatkan, kampanye pengharaman ucapan natal atau hari-hari keagamaan memiliki dampak yang amat sangat buruk. Masyarakat muslim yang sebelumnya tenang, kini dibuat gelisah dengan adanya dalil-dalil Naqli yang ditafsirkan sebagai pengharaman ucapan natal. Padahal, itu hanya tafsiran sekelompok kecil orang, bukan pendapat mayoritas ulama. Mayoritas ulama, dalam hal ucapan selamat natal ini, mengambil sikap tidak mengharamkannya. Bahkan menganjurkannya.
Akibatnya, masyarakat yang termakan tafsiran tersebut, yang tadinya punya hubungan baik dengan tetangga atau kerabatnya yang Kristen, akan mengubah sikapnya menjadi acuh saat Hari Raya Natal tiba. Suasana yang tadinya akrab, akan menjadi beku. Di fase ini bisa saja akan mulai muncul bibit-bibit pemisahan hubungan, interaksi sosial dan mengarah pada intoleransi.
Apakah kontroversi ini bisa dihentikan? Sabara menjawab itu sulit. Sebab kelompok ini meyakini ucapan natal adalah persoalan teologis atau akidah. "Kecuali mereka bisa menerima bahwa ucapan natal itu dalam konteks sosial, untuk membina hubungan baik sesama anak bangsa, sesama manusia, itu baru bisa," kuncinya. (*)