Dari dinamika ini bisa kita lihat faktanya, kinerja DK PBB sepenuhnya bergantung pada posisi aktor internasional yang kuat dalam hal ini Lima negara anggota tetap DK PBB yakni Cina, Prancis, Rusia, Inggris, dan AS. Sementara itu, ada masalah mekanisme pengambilan keputusan PBB terletak pada prosedur veto DK PBB yang secara berkala merusak prinsip-prinsip keamanan kolektif seperti yang terjadi pada resolusi perang Rusia-Ukraina.
Beberapa faktor penting memperkuat kelemahan ini: kurangnya kesamaan identitas di antara anggota DK PBB, dominasi ketentuan paradigma neo-realisme dalam kebijakan luar negeri mereka, dan perbedaan pandangan tentang ketentuan hukum internasional: kedaulatan internal versus perlunya intervensi kemanusiaan. Oleh karena itu, aktor kuat tatanan internasional harus mempertimbangkan kekurangan ini dan meluncurkan reformasi komprehensif proses pengambilan keputusan PBB untuk bereaksi lebih baik setidaknya dalam krisis kemanusiaan internasional. Jika tidak, PBB dapat mengalami nasib Liga Bangsa-Bangsa.
Kesulitan-kesulitan tradisional PBB menyangkut argumen-argumen lanjutan yang terus berlanjut: ketergantungan Dewan Keamanan pada posisi aktor-aktor utama dunia (hak veto); interpretasi yang berbeda dari hukum internasional oleh negara-negara; dilema kedaulatan negara versus kebutuhan intervensi HAM; perbedaan penafsiran tentang hak berperang (Jus ad Bellum); pendekatan yang berbeda terhadap keadilan; dan pendekatan yang berbeda dari politisi dan pengacara mengenai ketentuan hukum internasional. Solusi dari ketidaksepakatan tersebut sangat penting untuk keputusan negara-negara konsensual untuk membangun mekanisme fungsional yang jelas dari sistem keamanan kolektif saat ini. Kelemahan dan kekurangan PBB pada periode krisis internasional atau kebutuhan untuk secara fungsional menyelesaikan konflik internasional seperti perang Rusia-Ukraina.